Home Sweet Home
Di pintu rumahku tergantung sebuah hiasan bertuliskan: "Home Sweet Home". Waktu itu, ketika aku pulang melangkahkan kaki di rumahku sendiri, hati ini seperti mendapat pecutan yang teramat membekas. Perih. Berkelebat dalam pikiran, lebih baik aku tinggalkan saja rumah ini. Langkahku memasuki rumah ini pun tidak akan mampu menghilangkah kesedihan yang selalu saja bertengger di hati ini. Di setiap sudut rumah ini aku akan melihatnya. Aku akan mengingatnya. Dan aku akan membayangkan, betapa mimik wajah jahilnya menggodaku. Bahkan di setiap akhir sujud dalam sholat, ketika mengirimkan do'a untuknya, masih saja kelopak mata tua ini dipenuhi oleh cairan bening, yang akan terus menggelinding melalui pipiku yang telah kisut. Ah, kenapa ini harus terjadi? Aku tahu, tidak ada seorang ibu, di belahan dunia mana pun yang akan siap menerima kehilangan seorang anak, buah hatinya, pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Namun, apabila itu terjadi, maka tidak ada hal lain yang lebih penting, selain sebuah keikhlasan yang harus mengiringi kepergiannya. Selamat jalan, anakku. Mama dan adik-adikmu ikhlas melepasmu. Pergilah dengan tenang menghadapNya. Kau akan dilepaskan olehNya dari segala rasa sakit yang selama ini kau derita.
Mimik wajah yang selalu mengingatku pada anakku. |
Dulu, dia memintaku untuk membuatkan plakat kecil sebagai gantungan di pintu masuk rumah kami. Dan itu aku kabulkan. Ketika dengan terbata-bata dia mengatakan: "Untuk apa kita tinggal di rumah yang besar. Ini bukan rumah kita. Sebaiknya kita pulang dan tinggal di rumah kita sendiri. Rumah mungil dengan pot-pot tanaman kesukaan mama. Aku akan bantu merawatnya. Gantungkan di pintu rumah kita itu hiasan dengan tulisan yang manis terdengar di telinga siapa pun -- Home Sweet Home.
Empat puluh sembilan hari telah berlalu, setiap aku menjejakkan kaki di rumahku, masih saja menggelantung rasa sedih dan pilu. Tak ada lagi anakku yang akan menyambutku. Parau suaranya tak lagi menggema menyambutku datang: " Mama, ya?" begitu dia mendengar bunyi 'klek' pegangan pintu diputar. Aku hanya menjawab, seperti biasa: "Yuhuuuii... assalamu'alaikum, Bang." Dia segera menjawab salamku, menghampiriku, mencium tanganku dan mengambil alih apa pun yang aku bawa. Dengan wajah sumringah dia akan mulai membuka satu per satu bungkusan yang aku bawa untuknya. Mengingat semua ini, semula keikhlasan sangat sulit bersarang dalam hatiku. Aku masih menginginkan dia ada di sisiku. Namun Allah lebih menyayanginya. Aku harus ikhlas.Keikhlasan yang didasari oleh kasih sayang seorang ibu yang dengan tulus telah merawatnya sepenuh hati ketika dia sakit, tanpa merasa lelah, tanpa keluhan. Aku adalah seorang ibu yang sangat beruntung dibandingkan dengan para ibu yang kehilangan anak-anaknya dan keluarga dalam musibah pesawat yang hilang MH370. Aku masih bisa melihat anakku sakit, merintih, bahkan berteriak ketika sakit itu tidak tertahankan. Aku masih bisa membelai kepalanya di ruang ICCU. Aku masih memiliki waktu untuk menyuapinya makan dan menyodorkan minuman dengan sedotan. Dia masih mampu memandangku, walau dengan pandangan sayu dan kesakitan.
Kini aku sadar dan tahu dengan pasti, Allah lebih menyayangi dia. Allah telah melepaskan dia dari segala rasa sakit. Semoga dia mendapat tempat yang layak di sisiNya. DiberiNya ampunan atas segala kekhilafan dan kesalahannya. Kini aku ikhlas, karena hanya dengan keikhlasan-lah aku terus bisa menyayanginya dengan memberinya jalan yang lancar di alam sana. Aku tidak boleh mengikatnya dengan kesedihanku yang ber-larut-larut. Itu yang aku dengar dari tauziah seorang Ustadz. Ikhlas bukan berarti aku melupakannya.
"Beristirahatlah dengan tenang, anakku. Mama akan dengan tegar melangkah ke rumah kita dan membaca tulisan Home Sweet Home dengan senyuman. Mama membayangkan kau masih menunggu mama di rumah kita yang mungil. Mama ikhlas kau pergi. Percayalah, suatu saat, entah kapan, mama akan bisa menemuimu. Aamiin, aamiin, ya Robbal'alaamiin.
"Anakku, tahukah kau, dengan keikhlasan yang penuh, mama sudah bisa lagi memulai aktifitas mama seperti dulu, ketika kau masih ada. Sebuah motto juga memacu semangat mama: Life must go on.
Tulisan ini diikutsertakan dalam GIVEAWAY TENTANG IKHLAS
huhu.. terharu bunda Yati Rachmat,s emoga sukses GAnya yaa
BalasHapusTanti Amelia, tapi gak sampe nangis, kan? Soalnya bunda terawang di dekat Tanti gak ada tissue tuh, hehehe...masa sih airmata disusut sama telapak tangan. Makasih do'a dan kunjungan Tanti Amelia ke blog bunda.
HapusBunda....saat membaca tulisan Bunda saya membayangkan seorang mama yang sangat tulus dan menyayangi buah hatinya sepenuh hati...rasanya terharu membaca untaian kata Bunda. Ikhlas memang tak mudah dilaksanakan, diperlukan kebesaran hati untuk benar2 ikhlas melepas ananda yang telah dipanggilNya.
BalasHapusSemoga ananda disana tenang karena doa2 Bunda.
Semoga sukses dg GA_nya
Aamiin. Insya Allah bunda harus bisa menenangkan hati demi ketenangan anak bunda di sana. Makasih do'a dan kunjungan Sri Wahyuni ke blog bunda.
Hapusbunda...saia meneteskan air mata saat membaca tulisan bunda. sukses ga nya bunda
BalasHapusHehe..bunda scroll keatas nih, pengen baca tulisan sendiri. Apa betul mengharukan? Makasih do'a dan kunjungan She leka ke blog bunda.
HapusDengan keikhlasan ini semoga Adinda tenang di sana dan arwahnya mendapat tempat yang layak di sisiNya.
BalasHapusSaya tak bisa membayangkan bagaimana keadaan Emak ketika mbakyu saya meninggal dunia pada usia 2 tahun. Itulah sebabnya Emak menjaga,merawat,mengasuh,mengasah dan mengasiku dengan baik.
Tetap semangat Mbak.
Salam hangat dari Surabaya
Aamiin, do'anya, Pakde. Tidak karena kehilangan pun, Emak pasti melakukan apa yang Pakde urutkan diatas, semua ibu, pasti. Beruntungg Pakde memiliki seorang Emmak yang penuh asih. Makasih support semangatnya dan kunjungan Pakde ke blog mbakyumu ini. Salam dari Pamulang.
HapusHiks bundaaaaaa..... Peluuuuuuuk......
BalasHapusCup-cup-cup. Bunda peluk balik ya. Very tight. Makasih kunjungan Nunu ke blog bunda.
HapusAku kebalikannya bun... :'(
BalasHapusMaksudnya? Ave Ry jangan ngasih teka-teki donk, hehe... Makasih kunjungan Ave Ry ke blog bunda.
Hapuscinta ibu itu benar2 sepanjang jalan ya bunda :'( turut berduka bunda.... keikhlasan bunda memberikan ridlo tuhan di sisi abang :(
BalasHapusAamiin. Teramat sulit berperang melawan kerinduan dan kenangan-kenangan manis bersamanya yang pasti menyebabkan merebaknya airmata ini terus berkejaran di pipi bunda, namun, alhamdulillah dengan mengucap 'astaghfirullal'adziim' bunda sadar langsung berdo'a untuk benar-benar ikhlas, karena Dia lebih menyayanginya ketimbang kasih sayang bunda. Mksh kunjungan Uswah ke blog bunda.
Hapusterkirim doa dan alfatihan untuk almarhum ananda tercinta...semoga ALLAH melapangkan kuburnya dan memudahkan jalan menuju surga-NYA....,
BalasHapusselamat berlomba..semoga menjadi yang terbaik...
keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
Alhamdulillah, atas do'a yang terkirim untuk anandaku. Aamiin, ya Robbal'aalamiin.Makasih kunjungan Blogs Of Hariyanto ke blog bunda. Thank you. Salam hangat dari Pamulang.
Hapussemoga bunda selalu bahagia, ikhlas dan sabar ya :)
BalasHapusAamiin. Insya Allah, bunda harus berusaha seperti itu. Makasih kunjungan Ila Rizky ke blog bunda.
HapusBundaaaaa......peluk duluu..aku punya rasa yang sama saat kehilangan papa bertahun-tahun silam...bunda benar, Allah lebih sayang dengan orang - orang tercinta kita..dan doa tak putus kita bacakan untuk mereka....sukses GAnya bunda dan semoga anak Bunda, papaku dan semua orang yang kita cintai mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT ...amiiin...
BalasHapusMy dear Indah nuria savitri, bunda peluk balik ya, very close n tight. Makasih kunjungan indah ke blog bunda dan makasih juga doa indah. Semoga indah di luar sana selalu dalam lindunganNya. Kapan balik dari sana? Kabarin ya.
HapusMaaf Bund, Dhe bacanya sambil nangis, begitu haru dan jadi teringat salah 1 alasan untuk meninggalkan kampung halaman adalah karena ga sanggup melihat rumah dan sekitarnya, karena slalu terkenang Almh. Mama yang tak pernah ketemu jasadnya.
BalasHapusSalut buat Bunda yang sangat tegar. Tetap semangat ya Bund :)
SunDhe, makasih Dhe sudah ikut berbela sungkawa sedalam-dalamnya dengan ikut menghayati postingan bunda. Bunda sebaliknya, tidak mau meninggalkan rumah, tidak mau membuang foto-fotonya, malah di kamar bunda, foto-fotonya bunda pajang. Inbox donk apa yang terjadi dengan mamanya Dhe? If u don't mind. Alhamdulillah, sejauh ini bunda masih tegar, Dhe.
HapusIya Bund, maaf ya Dhe baru datang lagi. Dhe udah pernah inbox bunda di Fb tp blum dibalas :D mungkin bunda lagi sibuk ya?
Hapusbunda yati yang tangguh ya
BalasHapusMakasih, Lidya. Makasih juga kunjungan Lidya ke rumah online bunda ini.
HapusYang sabar ya Bunda. Apapun yang terjadi kita harus percaya bahwa itu yang terbaik untuk kita semua. Semoga beliau di berikan tempat terbaik olehNya.
BalasHapusMakasih kunjungan ke blog bunda dan support Jaswan agar bunda bersabar.
HapusBunda makasih ya dah ikut serta. Aku catat ya bunda.
BalasHapusAde Anita, mudah2an memenuhi kriteria ya. Makasih juga kunjungan Ade ke blog buna.
Hapusjadi terharu Bunda.... sedih banget. Hanya keikhlasan yang mampu membuat kita tegar ya Bunda...
BalasHapusBetul sekali, Santi Dewi. Tanpa keikhlasan, ketegaran itu tak kan ada. Makasih ya kunjungan Santi ke blog bunda.
HapusTeharu membacanya Bunda.
BalasHapusBunda apa kabar? Sehat? Mudah2an makin semangat menulis dan menang GA ya Bunda :)
Tanpa bermaksud mengharu-biru perasaan pembaca, namun itulah yang terasa dari hati langsung tercurah ke dalam postingan. Makasih untuk do'anya. Makasih juga kunjungan Niar ke blog bunda.
HapusKasih ibu sepanjang masa,sepanjangmata memandang.Kasih ibu bagai embun kesejukan,penerang dalam gelap. Keikhlasan dan semangat bunda membuat anak bunda tersenyum di alam sana. Peluk bunda
BalasHapus