Mubazir Itu Tidak Baik
Sumber gbr. dhuroruddin.wordpress.com |
Waktu itu usiaku masih 7 tahun, tapi menurut nenekku aku ini selalu penasaran dan curiosity-ku besar sekali untuk mengetahui sesuatu. Bila belum mendapat jawaban, belum puas hatiku. Itu menurut cerita nenek. Berulang kali aku menanyakan apa yang dimaksud oleh Nenekku. Ternyata, aku selalu tidak pernah habis kalau makan nasi beserta lauk pauknya, pasti ada yang ditinggalkan di piring dengan alasan sudah kenyang. Dan nenekku akan mencubit sayang pipiku sambil mengatakan: "Sini Nenek habiskan supaya tidak mubazir." Oo, jadi itu toh maksud Nenek.
Adalah menjadi sifat nenek selalu memperlihatkan kehati-hatiannya dalam menyiapkan makanan, baik untukku atau bagi keluarga. Seolah beliau sudah hafal ukuran perut masing-masing. Takaran makanan dibuat "pas" agar tidak berlebih dan akhirnya terbuang. Itu yang menjadi acuan utamanya. "Sayang kalau tak habis, berarti kita menyia-nyiakan rezeki dari Allah, makanan jadi tidak berkah," begitu kata Nenekku.
Sifat Nenek ini ternyata tanpa disadari menjadi sifatku juga. Aku pun tidak akan tega membuang makanan yang berlebih. Selalu aku upayakan agar tetap bisa manfaat dan bisa disantap dengan nikmat. Baca juga tulisanku yang ini, ya.
Beberapa waktu yang lalu ada pertemuan keluarga, temu kangen dan makan bersama di rumah anakku. Lauk pauk serta penganan pun sudah tersedia sebanyak keluarga yang akan datang. Bahkan sengaja persediaan makanan dilebihkan untuk menjaga agar tidak mengecewakan para tamu/keluarga yang datang.
Untuk menjaga agar tidak ada makanan yang berlebih, atau bahkan sebaliknya kekurangan makanan di tengah santap bersama, anakku mengambil inisiatif untuk mendata siapa-siapa saja yang akan datang -- memberi konfirmasi kedatangan dan jumlah anggota keluarga yang diajak menghadiri acara.
Kedengarannya memang aneh ya, seolah membatasi siapa yang boleh datang. Tapi kami bermaksud baik untuk memelihara kenyamanan dalam temu kangen ini lho. Bagi yang belum terbiasa memberlakukan sistim ini memang sedikit terdengar aneh dan kaku. Tapi sebenarnya hal itu akan membawa kebaikan, baik bagi yang mengundang mau pun untuk yang diundang.
Di acara temu kangen ini ada satu jenis makanan yang dibuat berlebih dan tamu-tamu kurang menyukainya, yaitu opor ayam bumbu kuning. Lho, opor ayam kan lezat lho, tapi kenapa berlebih begitu banyak? Setelah dibawa sebagai oleh-oleh para tamu, masih juga berlebih.
Nah, yang berlebih ini sudah tidak ada lagi yang mau, sudah bosan atau malu atau apalah apalah, hehe... sehingga sepinggan besar opor ayam yang semuanya terdiri dari paha ayam yang besar-besar tersisa tanpa disentuh.
Apa akal? Pastinya keluarga di rumah sudah bosan dengan tampilan opor ayam itu. Buktinya tak ada lagi yang mau menyantapnya. Lalu apakah akan disia-siakan begitu saja? Tak ayal lagi stok opor yang tersisa ini harus aku olah. Mengolahnya memerlukan waktu yang lama dan harus sabar serta telaten mengaduknya. Bukan berarti takut kalau lengket di panci, tapi takut kuah opor akan membludak mengotori kompor gasku yang baru, hehe...
Mulailah aku jerang wajan di atas kompor. Aku masukkan paha-paha ayam yang hampir tak berkuah lagi. Aku tambahkan santan kental dari satu kelapa berukuran sedang. Aku tambahkan bumbu lagi agar sedap. Kalau menggunakan wajan anti lengket tentu begitu mudah menjerangnya, karena tidak sulit mengaduknya ketika kuah sudah menyusut dan daging ayam mulai terlepas dari tulangnya. Tapi aku sayang pake wajan teflon anti lengketnya, hehe... jadi aku pakai wajan biasa.
Kesabaran diperlukan untuk mengaduknya seperti layaknya kita mengaduk rendang daging agar hasilnya bagus, tidak hangus dan nikmat di lidah. Aku, si Mbak dan anakku saling bergantian mengaduk-aduk daging ayam yang sudah mulai kelihatan hancur terburai dari tulang-tulangnya.
"Waaah! boros donk nih gasnya", ungkap salah seorang anakku.
"Mau dijadiin apa sih, Ma? Abon, ya?
Aku cuma mengangguk sambil berkata: "Kalau mau enak dan menghemat makanan, ya kita harus berani merugi kehabisan gas," balasku.
Satu piring abon ayam akhirnya terhidang di meja untuk sarapan. Dengan begini aku berhasil menghindarkan diri dari istilah "mubazir." Alhamdulillah, sesuatu yang hampir disia-siakan menjadi kudapan lezat bagi yang suka ngemil abon ayam, hehe...
Yuk, kita semua berusaha tidak menyia-nyiakan makanan yang berlebih. Kalau tidak diberikan kepada sanak keluarga atau tetangga, manfaatkanlah dengan menjadikannya seperti daur ulang. Masih banyak mereka-mereka di luar sana yang tidak pernah mencicipinya.
"Kenapa gak sekalian kita bikin nasi uduk untuk ditaburi dengan abon ayam ini? Tambahin deh sama dadar telor yang dibuat tipis, digulung -- iris halus-halus," cetus anakku.
"Good idea, kita bisa juga bagikan beberapa piring ke tetangga. Iya, kan?" balasku.
Jadilah makanan yang hampir mubazir menjadi penganan baru yang nikmat untuk disantap bersama.
Untuk menjaga agar tidak ada makanan yang berlebih, atau bahkan sebaliknya kekurangan makanan di tengah santap bersama, anakku mengambil inisiatif untuk mendata siapa-siapa saja yang akan datang -- memberi konfirmasi kedatangan dan jumlah anggota keluarga yang diajak menghadiri acara.
Kedengarannya memang aneh ya, seolah membatasi siapa yang boleh datang. Tapi kami bermaksud baik untuk memelihara kenyamanan dalam temu kangen ini lho. Bagi yang belum terbiasa memberlakukan sistim ini memang sedikit terdengar aneh dan kaku. Tapi sebenarnya hal itu akan membawa kebaikan, baik bagi yang mengundang mau pun untuk yang diundang.
Di acara temu kangen ini ada satu jenis makanan yang dibuat berlebih dan tamu-tamu kurang menyukainya, yaitu opor ayam bumbu kuning. Lho, opor ayam kan lezat lho, tapi kenapa berlebih begitu banyak? Setelah dibawa sebagai oleh-oleh para tamu, masih juga berlebih.
Nah, yang berlebih ini sudah tidak ada lagi yang mau, sudah bosan atau malu atau apalah apalah, hehe... sehingga sepinggan besar opor ayam yang semuanya terdiri dari paha ayam yang besar-besar tersisa tanpa disentuh.
Apa akal? Pastinya keluarga di rumah sudah bosan dengan tampilan opor ayam itu. Buktinya tak ada lagi yang mau menyantapnya. Lalu apakah akan disia-siakan begitu saja? Tak ayal lagi stok opor yang tersisa ini harus aku olah. Mengolahnya memerlukan waktu yang lama dan harus sabar serta telaten mengaduknya. Bukan berarti takut kalau lengket di panci, tapi takut kuah opor akan membludak mengotori kompor gasku yang baru, hehe...
Mulailah aku jerang wajan di atas kompor. Aku masukkan paha-paha ayam yang hampir tak berkuah lagi. Aku tambahkan santan kental dari satu kelapa berukuran sedang. Aku tambahkan bumbu lagi agar sedap. Kalau menggunakan wajan anti lengket tentu begitu mudah menjerangnya, karena tidak sulit mengaduknya ketika kuah sudah menyusut dan daging ayam mulai terlepas dari tulangnya. Tapi aku sayang pake wajan teflon anti lengketnya, hehe... jadi aku pakai wajan biasa.
Abon setengah jadi udah dicomotin, hehe.. |
Kesabaran diperlukan untuk mengaduknya seperti layaknya kita mengaduk rendang daging agar hasilnya bagus, tidak hangus dan nikmat di lidah. Aku, si Mbak dan anakku saling bergantian mengaduk-aduk daging ayam yang sudah mulai kelihatan hancur terburai dari tulang-tulangnya.
"Waaah! boros donk nih gasnya", ungkap salah seorang anakku.
"Mau dijadiin apa sih, Ma? Abon, ya?
Aku cuma mengangguk sambil berkata: "Kalau mau enak dan menghemat makanan, ya kita harus berani merugi kehabisan gas," balasku.
Satu piring abon ayam akhirnya terhidang di meja untuk sarapan. Dengan begini aku berhasil menghindarkan diri dari istilah "mubazir." Alhamdulillah, sesuatu yang hampir disia-siakan menjadi kudapan lezat bagi yang suka ngemil abon ayam, hehe...
Yuk, kita semua berusaha tidak menyia-nyiakan makanan yang berlebih. Kalau tidak diberikan kepada sanak keluarga atau tetangga, manfaatkanlah dengan menjadikannya seperti daur ulang. Masih banyak mereka-mereka di luar sana yang tidak pernah mencicipinya.
"Kenapa gak sekalian kita bikin nasi uduk untuk ditaburi dengan abon ayam ini? Tambahin deh sama dadar telor yang dibuat tipis, digulung -- iris halus-halus," cetus anakku.
"Good idea, kita bisa juga bagikan beberapa piring ke tetangga. Iya, kan?" balasku.
Jadilah makanan yang hampir mubazir menjadi penganan baru yang nikmat untuk disantap bersama.
Yup bnar sekali bunda mubazir itu tidak baik.
BalasHapusMakasih Meutia sudah berada on the boat with me. Makasih kunjungan Meutia ke blog bunda.
Hapusyup jangan suka membuang makanan, karena di luar sana banyak yang kesulitan mencari makanan
Hapussama sama gan , jangan sungkan sungkan untuk datang lagi yaa
Hapustentunya gan :D
Hapuswaaaah keren yaaa
HapusSetuju bunda. Dari dulu juga saya diajarkan mama dan enin untuk tidak memgambil makanan berlebih. Bisi mubazir. Pas lagi ngadain acara juga serupa sama bunda, didata yang bisa beneran hadir dan tidak. Supaya bisa disiapkan sesuai jumlah yang hadir.
BalasHapusPagi-pagi baca tentang nasi uduk dan abon ayam, jadi pengen sarapan nasi uduk nih. Hehehehe. :)
Mira udah beli nasi uduk pa blom? hehe... Memang itu cara jitu untuk menghemat makanan (pengeluaran juga pastinya, qiqiqiii..)menggalakkan cara pendataan. Btw makasih kunjungan Mira ke blog bunda.
HapusSudah bunda. Akhirnya beli nasi uduk pakai telor dadar dan kering tempe. Hehehehe. Sama-sama bunda. :)
Hapusjangan sampai mubazir ya bun, sayang orang lain ga bisa makan enak :( terimakasih bun, tipsnya
BalasHapusBunda bagi resep bikin abonnya dong. Aku juga idem nih gak suka dengan makanan mubazir tapi miskin resep makanan
BalasHapusAde, sayang, itu mah bukan abon khusus yang bunda bikin, tapi hasil dikeringin dari opor, qiqiqiii... Tapi nanti deh kalo udah nyoba abon beneran, pasti bunda posting di blog. Btw makasih kunjungan Ade ke blog bunda.
HapusAku juga paling marah kalau ada makanan yang disisa, Bun. Btw, ini bikin abon ayamnya bisa dicobain ni. Bunda posting proses bikinnya dari A - Z dong, Bun. Pleaaase ....
BalasHapusWiek, ini mah bukan bikin abon, tapi namanya kalo urang awak itu "angek-angek", wkwkwk... Tapi nanti deh ya praktek dulu bikin abon khusus, baru deh tak posting. Coming soon-lah. Makasih kunjungan Wiwiek ke blog bunda.
Hapussetuju Bunda, tidak seharusnya kita membuang-buang makanan, masih banyak diluar sana yang butuh makan kenapa kita malah membuangnya..
BalasHapusidem sama Mbak Ade & Mbak Wiwiek, minta resepnya dong Bunda, resepnya dibuat satu artikel tersendiri :)
Resep opor mah atuh udah gak usah di tulis resepnya kali, udah di luar kepala para blogger muda. Ooo...ternyata yang diminta itu resep bikin abonnya? hahaha... oke deh, one day ya. Karena itu mah kan abon emergency, hehe...dadakan dari opor trus dikeringin. Makasih kunjungan Irawati ke blog bunda.
HapusBunda keren nih!
BalasHapusAku ngga bisa masak, jadi mengolah makanan sisa jadi tantangan sendiri. Biasanya cuma masuk kulkas trus besoknya dipanasin. Ngga berani buang juga takut dosa. Boleh dong resepnya dibuat blogpost sendiri... sama dengan yang atas2 requestnya. hehehe.
Hehe...Nina, gak perlu resep kalleee...lha cuman diangetin doank koq, tambahin santen yang penting. Nanti kalo bikin Lasagna ala bunda baru deh dibikinin resepnya, wkwkwk...Nina pastilah lebih gape tuh bikin lasagna. Makasih kunjungan Nina ke blog bunda.
HapusKeren ih Bun... sisa jadi abon gituuu! Mau dong coba angek-angek-nya Bunda!
BalasHapusWah baru tau Bun kalo dari opor ayam bisa jadi abon. Aku sering banget nih masak opor ayamnya seekor jadi bersisa karena di rumah cuma berdua sm suami sampe bosen makannya. Akhirnya daging yg udh terlalu empuk krn sering diangetin itu kami buang. Begitu baca tulisan ini jd terinspirasi. Sayang nggak ada resep bumbu abonnya, Bun. Jadi penasaran resepnya apa. Thanks for sharing ya, Bun.
BalasHapusKreatif, Bunda Yati. Jadi ngga ngga ada yg mubadzir, ya. Abon lumayan tahan lamaa. . .
BalasHapusWah, mantap. Boleh juga nih idenya ya, Bun. Biasanya abon kan abon sapi yak. ini abon ayam. Duh ... moga-moga aku selalu ingat soal mubazir ini hiks.
BalasHapusAku juga paling eman kalo sama makanan. Kadang ga enak juga aku abisin biar ga mubazir
BalasHapusBunda, aku main ya ke rumah bunda, hehehe.. :)
BalasHapusMubadzir temennya setan. Klo makanan bs didaur ulang, why not? Emmm abon ayamnyaaa
BalasHapusBunda kreatif. Bisa dicoba juga nih di rumah kalau ada opor nggak habis. ^^
BalasHapusWahh...senang dapat tips daur ulang begini, kasih resepnya sekalian dong,Bunda...:)
BalasHapusBenar, makanan sebaiknya bisa diolah lagi agar tidak mubazir dan sia-sia..kunjungi juga gayahidupku.com untuk lihat aneka resep makanan lezat
BalasHapusWahhh.... keren bunda. Pengen nyoba abonnya nih ^^
BalasHapusSalah satu cara agar makanan tidak mubadzir, subhanallohhh... begini seharusnya semua orang ^^
BalasHapusdulu pas kecil aku jg srg mbak nyisa2in makanan gini.. ga keitung mama marah2 gara2 makanannya terbuang percuma.. tp kebiasaan gini lama2 hilang pas mulai merantau k jkt, ngekos, dan dapet kerja :D.. Karena udh tau capeknya gmn cari duit itu, aku jd ngerasa sayang kalo makanan yg aku beli sampe bersisa.. :D..
BalasHapusMakanlah sebelum kau kelaparan dan berhentilah sebelum kau kekenyangan .
BalasHapusAmbil porsi sesuai dengan takaran
Mantab, sangat bermanfaat
Hapusbenar sekali tu bnda .... saya sering melihat di acara pesta... banyak juga yg membuang buang makanan
BalasHapuskreatif bun resepnya
BalasHapusKalo waktu kecil jadi inget, makan itu harus habis jangan di sisain mubazir nanti nasinya nagis :D
BalasHapusAku dari kecil diajarin buat gak mubazir, sekalipun sama hal yang keliatan sepele, air contohnya, kata mama papa, banyak diluar sana yang butuh dan gak bisa dapetin, kita yang dikasih mudah, jangan mubazir, gitu.
BalasHapusSalam,
Shera.
memang tak sepatutnya mubazir itu dibiarkan. Oleh karenas itu pendidikan sejak dini untuk dapat menghindari hal yang mubazir juga penting
BalasHapus