SEBUAH PINTA

"Apa yang akan mama lakukan?", sebuah suara lembut menerpa telingaku diiringi usapan di punggungku penuh kasih sayang. Nindia, putri bungsuku selalu mendamaikan perasaanku setiap kali bergejolak karena ulah Ario. Kugenggam tangan Nindia. Malam ini aku sangat kecewa. Ingin aku menangis tetapi air mata ini tidak lagi mau mengalir. Leherku serasa tercekik. Aku pasrah pada apa yang akan terjadi. Kepasrahan yang aku serahkan kepadaNya dengan doa. Aku tebar pandang keliling kamarku. Sebuah potret lelaki gagah berwibawa dengan senyum amat menawan menahan pandangku disana. Nindia mengikuti arah pandangku.



"Seandainya saja papa masih ada". gumamnya lirih. "Ya, andaikan saja papamu masih ada, tentu akan lain alur hidup kita." sambutku sambil kucium lembut tangan anakku.

"Mama tidak tahu apa yang harus mama lakukan, Nindia. Mungkin saja mama akan mengalah lagi. Seperti tahun-tahun lalu. Dan menjadikan kejadian ini seperti sebuah lingkaran setan yang tidak akan ada akhirnya.", suaraku seakan untuk diriku sendiri.

Tahun demi tahun berlalu dan Ario tetap saja memiliki sikap dan kelakuan yang sama. Penuh emosi. Egois. Pemarah. Penampilannya dengan baju yang ber-lapis-lapis sangatlah janggal. Tapi dia tak peduli. Yang lebih menyakitkan hatiku adalah Ario seringkali memakiku dengan kata-katanya yang amat kasar. Ucapan-ucapan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang anak terhadap ibu kandungnya.

"Mama hanya mengajukan sebuah pinta, nak. Ubahlah penampilanmu seperti layaknya teman-teman sebayamu. Sulitkah bagimu untuk mengabulkannya? Demi hari depanmu?"

Esok hari adalah hari ulang tahunnya. Akan tahankah aku tanpa mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya? Atau akankah aku mendatanginya, mencium kedua belah pipinya dan mengecup keningnya seperti tahun-tahun sebelumnya. Akankah aku mampu? Tahun ini ada perbedaan. Ada suatu kemelut dihati ini. Antara kasih sayang yang tak akan pernah punah dan harga diri sebagai seorang ibu. Terngiang kembali ucapan Ario:

"Mama selalu mendikte kehidupanku!", suaranya seakan menggelegar ditelingaku. Dia menghardikku tanpa melepaskan pandangnya dariku. Matanya penuh amarah. Kata-kata kasar meluncur tak terbendung. Walaupun kata-kata seperti itu selalu ia lontarkan kepadaku kala diberi pandangan hidup, tapi entah kenapa malam ini hatiku amat terpukul. Dadaku terasa sakit. Aku tetap berusaha untuk tenang dan tegar.

"Tapi anakku, kau salah menilai mama. Mama tidak bermaksud mendikte atau apapun namanya. Mama hanya ingin kau tampil dan bersikap seperti layaknya manusia pada umumnya. Jadikan dirimu berguna, baik bagi kau sendiri ataupun bagi orang-orang disekitarmu. Jadikan hidup ini suatu kegairahan yang berarti. Hanya sebuah pinta, anakku."

Pandangan yang tajam menusuk hati milik seorang ibu. Menoreh jantung seorang perempuan yang telah melahirkannya ke dunia. Menyusui, membesarkann, mendidik dan menyayangi serta menyintainya tanpa batas. Dia selalu kumaafkan. Tetapi kejadian yang sama selalu saja berulang. Hatiku tersayat pedih sekali. Ya Tuhan, Engkaulah yang telah menitipkannya padaku. Tunjukkan jalan buatku untuk melakukan yang terbaik baginya. Jangan kau beri aku azab dunia melalui penderitaan bathin anakku. Kasihanilah dia. Bukalah pintu hatinya. Berikan dia mu'zizatMu agar ia mensyukuri anugerahMu.

Dia berjalan membelakangi aku dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Aku terhenyak dan hanya bisa mengurut dada dengan pasrah. Tujuh tahun telah berlalu tanpa perubahan yang berarti dalam kehidupan anakku.

Ketika tengah malam jam berdentang duabelas kali tanpa sadar aku mengusap perutku. Tigapuluh tigatahun yang lalu aku juga mengusap perutku dengan penuh bangga. Aku menantikan kelahiran bayiku malam itu. Tapi malam ini hatiku terasa hampa dengan kemelut yang membelah dada. Aku terus berjuang melawan perasaanku sendiri. Biasanya aku kalah. Tapi tidak kali ini. Aku bersikeras untuk bertahan. Biarlah tahun ini berlalu tanpa ucapan selamat ulang tahun baginya. Tuhan Maha Tahu bahwa aku telah memaafkan kesalahan apapun yang telah diperbuatnya selama ini. Aku berusaha memejamkan mata dan melupakan kejadian yang menyakitkan tadi. Aku telah menerima dengan penuh pengertian perlakuan dan sikap kasarnya. Dia tidak tabah dan tidak bersyukur atas segala anugerah dari Allah SWT. Dadaku terasa sesak, sakit dan aku teramat lelah. Aku terlelap..........

Aku terbangun karena merasakan tetesan hangat dipipiku dan dikeningku. "Ario?" kataku lembut.
Ia mengangguk dan senyum itu. Terima kasih ya Allah telah kembali berbinar diwajahnya. Dia bersimpuh disampingku.

"Maafkan aku", suaranya tersendat.
"Aku selalu menyakiti hati mama dengan tingkahku", ada getar dalam suaranya. Digenggamnya tanganku dan diciumnya ber-ulang-ulang punggung tanganku yang telah mulai keriput ini. Aku bangkit dari tidurku. Aku raih kepalanya kedadaku.

"Selama ini aku telah membuat mama kecewa. Aku tidak pernah memperlakukan mama sebagaimana mestinya. Aku anak durhaka. Maafkan aku, mama".

Sosok tubuh lelaki kurus dengan wajah masih tersuruk dalam pelukanku itu berguncang karena tangisnya yang tertahan. Kubiarkan dia menangis seperti pernah dilakukannya ketika ia berusia belasan tahun.

Dengan menegakkan kepada ia berkata: "Pada hari ulang tahunku ini aku akan memberikan suatu hadiah buat mama. Suatu janji bahwa mulai esok hari aku akan merubah sikapku, penampilanku dan meredam emosiku" suaranya penuh percaya diri.

Kudekap kepalanya lebih erat agar dia mendengar degup jantungku dan kata hatiku yang selama ini selalu mendoakan segala yang terbaik untuknya. Dalam kegembiraan dan penuh rasa syukur aku merasakan badanku semakin lemah. Degup jantungku semakin berpacu dengan kencang. Rasa dingin mengaliri seluruh tubuhku. Pandanganku gelap. Badanku jatuh terkulai dalam pelukan Ario.

"Mama, apa yang terjadi? Maafkan aku mama", masih kudengar sayup suara Ario dalam tangisnya membimbingku dalam mengucapkan: "Allahu Akbar Laa Ilaaha Illallahu Wallahu Akbar".


Hikmah/pelajaran yang dapat dipetik:

1. Berbuat baiklah kepada orang tua selagi mereka masih ada.
2. Perubahan apapu tidak akan terjadi tanpa adanya keinginan dari diri sendiri.

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan
Cermin Berhikmah di BlogCamp.

Komentar

  1. salam kenal bunda, mampir ya ke sangpenjelajahmalam.com

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.C.B
    Artikel anda akan segera di catat
    Salam hangat dari Markas New BlogCamp di Surabaya

    BalasHapus
  3. @Andinoeg: tanpa diminta udah lancang tuh bunda mampir ke blognya Andinoeg, tapi cari2 koq gak nemu ya "Buku Tamu", hehehehehe.... Blognya buaguusss....

    @Pakde Cholik: Makasih juga Pakde. Buat ngasah otak lah Pakde biar gak beku, hehehehe...

    BalasHapus
  4. Padahal rasanya saya udah komen lho BunDa. Ternyata belum ada, hehe.. Semoga sukses di kontesnya;

    BalasHapus
  5. Bundaaaaaaa... (ini suaranya lima anak, tapi yang nulis saya Bun / bro)

    BalasHapus
  6. cihui.... akhirnya nulis juga deh Bunda...

    BalasHapus
  7. @Bro: makasih buat anak-anak bunda dari Tamasya. Makasih udah doain sukses ikutan kontes. Yang penting kan partisisapi....oops maksudnya partisipasi. Iya toh. Menang or kalah itu sih "penting", hehehehehe..........

    @Lozz, iya donk ikutan. Udah butek nih otak bunda kalo nulis untuk Bisnis Online, udah gak nyampe.....

    Note: maaf nih baru buka and komen balik. Soalnya baru hari ini bebas ber-internet-ria......

    BalasHapus
  8. Ntar kalo menang jangan lupa traktiran ya BunDa, heee..

    BalasHapus
  9. @Bro: wuuuiiihhh......jauh deh dari bayangan kalo bakal menang. Itung-itung ngenceran otak aja kallleeee......... Bro, udah nyampe mana tuh serbung si Mister Dasrun, bunda ketinggalan banget deh kayaknya. Pada pinter2 ya nyambunginnya trus pada humoris banget. Kasihtau ya di fb juga boleh or email. Ok3x. Thanks.

    BalasHapus
  10. Kalo pengen ngerti jalur ceritanya si Dasrun, silahkan kunjungi blognya Mbak IyHa, atau BunDa klik tulisan ini

    Ohya BuN, saya bawa oleh oleh buat BunDa, award ala blogger. Bisa BunDa ambil di blog saya. Makasih BunDa sayang;

    BalasHapus
  11. Dan tulisan ini menjadi juara satu di hati saya,,hehe...

    BalasHapus
  12. bunda...
    tetanggaan ya kita? Tangerang Selatan...
    salam kenal atuh :)

    BalasHapus
  13. Bundaaa...kacamataku berembun membacanya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu