Ibuku Hebat Ibuku Sayang Yang Cinta Indonesia
Merdeka! Sekali Merdeka tetap Merdeka!
Menurut cerita nenekku Belanda pernah menjadi penguasa negeri kita ini. Dari sinilah ceritaku akan berawal. Ketika ayah dan ibuku dipisahkan oleh keadaan. Tinggallah aku hanya dengan ibu, nenek, kakek dan seorang kakak perempuanku. Sedangkan tiga kakakku yang lain ikut bersama ayahku. Kakek yang menafkahi hidup kami dari penghasilannya sebagai "kuli gerobak". Tapi begitu sayangnya beliau padaku. (aku adalah cucu kesayangan beliau). Beliau tak pernah lupa membelikan aku kue yang paling aku suka yaitu "kue pancong" dari penghasilannya yang tiada seberapa itu. Walau dalam keadaan serba kekurangan dan serba susah, kebersamaan telah membuat hidup kami terasa damai. Aku dan kakakku bersama ibu, nenek dan kakek. Sedangkan ketiga kakakku bersama ayahku.
Tragedi itu mulai menjalari kehidupan kami ketika terbetik kabar melalui siaran Radio Republik Indonesia bahwa ayahku yang kebetulan memang seorang wartawan hidup dalam sebuah Camp (Perkampungan) orang Belanda. Hidupnya berkecukupan bersama ketiga kakak2ku. Kakakku yang tertua pun mengecap sekolah yang disebut sebagai HIS (setara dengan SMA???). Berita yang sampai ketelinga ibuku menimbulkan kemarahan yang tertahan. Hatinya berontak! Ibuku tidak rela ketiga anaknya hidup dilingkungan musuh Republik. Mereka harus dijemput. Mereka harus dicari. Hanya itulah yang terpikirkan oleh ibuku saat itu. Dengan berbekalkan nekat yang membara ia pergi meninggalkan kami. Nenekku bilang bahwa ibuku amatlah marah mendengar bahwa ayahku hidup dalam kecukupan dan "diberi makan" oleh musuh Republik. Ia tidak rela bahkan ketiga anak2nya pun dengan nikmatnya melahap roti yang jadi kebanggaan bangsa Belanda. Tidak! Apapun alasannya ibuku tidak bisa menerima keadaan ini. Itulah yang menjadi pemicu keinginan yang menggebu untuk mencari ketiga anaknya. Dalam suasana perang yang masih memanas. Seperti aku sebutkan diatas tadi aku bukanlah seorang yang pandai mengingat waktu atau tanggal terjadinya suatu peristiwa. Mungkin saja aku waktu itu berumur 7 tahun atau 8 tahun atau bahkan mungkin 9 tahun ketiga Belanda jadi Penguasa di negeri tercinta ini.
Ibu pun meninggalkan kami. Pulau Sumatera yang menjadi tujuan ibu. Tapi dimana? Sumatera adalah sebuah pulau. Pulau dengan puluhan bahkan ribuan kota didalamnya. Dimana mereka. Kemana harus melacaknya. Harus mulai dari mana? Dalam kebimbangan ibuku tetap memiliki sebuah harapan. Ia tak peduli pada keadaan. Ia pun tak peduli pada suasana yang masih berbau mesiu. Ibuku tak peduli. Ibuku tetap meneruskan perjalanannya melalui laut, menumpang kapal dari pesisir pantai. Menurut nenekku langkahnya terhenti sampai di Palembang karena Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan bahwa wanita dilarang untuk bepergian. Demi keamanan. Titik. Punahlah harapan ibuku untuk mencari ketiga anaknya. Ia inginkan mereka untuk kembali menjadi bangsa Indonesia seutuhnya. Makan tidak makan tetaplah mengabdi kepada Republik ini dan tetap memijakkan kaki di ranah ini. Didalam khayalan yang sangat dalam untuk memperjuangkan dan menemukan ketiga anaknya ibuku jatuh sakit. Perasaan tersiksa oleh kemarahan kepada ayah dan penasaran untuk menemukan ketiga kakakku menyebabkan tekanan darahnya tinggi. Beliau dirawat oleh sanak famili kami yang kebetulan tinggal di Palembang. Menurut cerita nenek ibuku meninggal karena sakit kepala yang teramat sangat. Tak seorangpun yang menemani beliau ketika berpulang menghadapNya. Sepupunya menemukan ibuku sudah tiada dalam keadaan tersenyum dengan tetesan airmata dipipinya. Kepasrahan ibu menyimpulkan seulas senyum tipis itu.
Kini aku berumur 72 tahun. Sebuah potret lama terpampang dalam tanganku. Aku tertegun memandangi potret lama. Disana ada ayahku, ibuku, nenekku, kakakku, sepupuku yang tertua dan aku dalam pangkuan ibuku ketika kami masih berkumpul dengan bahagia (mungkin zaman Jepang?). Jauh sebelum Belanda berkuasa di negeri tercinta ini. Tahun berapa Belanda berkuasa di Indonesia akupun hanya membuat prediksi sendiri. Mungkin tahun 1949an. Aku memang orang yang paling tidak pernah bisa mengingat kapan suatu peristiwa terjadi, tapi yang aku ingat adalah peristiwa yang berbekas dalam hatiku dan juga inti dari cerita yang masih tersisa dalam benakku. Cerita tentang ibuku. Itu saja. Aku terharu ketika mendengar nenekku bercerita tentang bagaimana ibuku meninggal dan apa pula penyebabnya. Ada juga amarah dalam hati. Tapi apalah dayaku. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang sedang terjadi dengan keluargaku.
Semua telah terjadi puluhan tahun yang lalu. Kini Indonesia telah menginjak tahun ke-66 dalam menikmati kemerdekaannya. Setiap insan yang berstatus bangsa Indonesia pastilah tahu tanggal berapa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Dari cerita yang turun menurun diceritakan oleh nenek moyang kita, oleh guru-guru di sekolah. Tak salah lagi, tanggal 17 Agustus tahun 1945. Karena itulah kita mengenal sebuah lagu yang selalu dinyanyikan setiap tanggal 17 Agustus. Aku lupa nama penciptanya tapi aku tahu judul lagunya Hari Merdeka. Aku bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pencipta lagu ini adalah Wage Rudolf Supratman. Aku ingat benar yang satu ini. Ingatan lain aku tahu bahwa proklamasi kemerdekaan itu dicetuskan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat pada tanggal 17 Agustus 1945. Aku seringkali melewati jalan ini. Dua Tugu Proklamator dengan megahnya berdiri diarena lahan yang luas dan indah di Jalan Pegangsaan Timur ini.
Tapi benarkah kita menikmati arti kemerdekaan yang sesungguhnya setelah 66 tahun kita merdeka? Merdeka dari penjajahan memang, tapi kenapa pula kehidupan masa kini bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih melebihi kesulitan hidup ketika dibawah penjajahan Belanda ataupun Jepang? Aku sendiri tidak mau lebih jauh mengulasnya karena itu akan menyangkut urusan politik dan aku tidak suka yang berbau politik. Titik.
Salahkah aku bila ibuku yang mempunyai prinsip kuat mempertahankan keyakinannya tentang Republik Indonesia dan hidup sebagai bangsa Indonesia dengan mengharamkan kehidupan yang dialirkan dari bangsa penjajah? Salahkah aku? Bila kusebut ibuku hebat? Kehebatan yang melahirkan prinsip yang kuat tentang arti lahir sebagai Bangsa Indonesia. Aku sayang ibuku. Aku cinta ibuku sebesar cintaku pada Republik ini, apa pun adanya. bagaimanapun bentuknya. Ibuku Pahlawanku. Akupun cinta Republik Indonesia. RI tidak akan tergantikan oleh kebangsaan apapun.
Merdeka!!
Bunda, terimakasih atas partisipasinya di kontes CBBP....
BalasHapusTapi ada yang kurang Bunda, Sponsornya belum dicantumkan hehehe....
dicopy paste aja dari blog saya Bunda....
Mbak Nia, apa bunda harus kirim sekali lagi setelah ditambahkan dengan nama2 sponsor?
BalasHapusKirim aja lagi kali ya?
Ngga usah Bunda...ini udah cukup....
BalasHapusTerimakasih atas partisipasi sahabat dalam kontes CBBP
Artikel sudah lengkap
Siap untuk dinilai oleh tim Juri
Salam hangat dari jakarta
Mbak Nia, Salam hangat juga dan jangan lupa ya buat kirim berita ke bunda kalau ada lagi lomba nulis atau semacamnya. Bunda perlu refreshing otak nih, hehehehehe.........bukan menang kalahnya yang dipikirin. Kalo gak ada lomba kayaknya koq males tuh nulis..........
BalasHapuswow alangkah bangganya jika mempunyai seorang Bunda yang berjiwa patriotik seperti itu.
BalasHapusBun,, haruse sampean pajang fotone biar tambah ciamik artikele
@Lozz, emang bangga banget deh. Lho itu kan udah bunda pajang photonya yang lagi mangku bunda tuh, hehehee........Makasih komentarnya.
BalasHapusbunda ini bagus sekali..dan begitu berkesan di hati pu3,,,bagaimana bunda memandang bundanya bunda...semoga almarhumah tenang disisi Nya..perjuangannya akan terus ada sampai kapanpun,,,ya bunda..^^
BalasHapusmaaf bun baru bisa berkunjung, terima kasih atas partisipasinya dan salam kenal
BalasHapus@Puteriamirillis, aduh jangan pake "sekali" donk, jadi malu nih, itu kan pengalaman pribadi n kalo gak ada pengalaman pribadi barangx gak bisa nulis and ikutan lomba, hehhehe....makasih udah berkunjung.
BalasHapus@Lidya - Mama Pascal, makasih udah berkunjung. Btw nama cu2 bunda juga pake "Pascal" lho, baru 5 tahun.
BalasHapussmangat bunda,,,merdeka...
BalasHapusmerdeka...
semoga selalu dikaruniai kesehatan ya bun,salam dr makassar
@Dhymalk dhyk Ta, Merdeka juga. Alhamdulillah bunda sampai detik ini selalu dilimpahi dengan kesehatan oleh Yang Maha Kuasa. Mau donk bunda diundang makan Coto Makasar, hehehe... Makasih untuk kunjungannya.
BalasHapus