Asa Itu Masih Bergayut Disana.
Bunga Sakura (Gb.Google) |
Keinginan itu sudah lama terpateri dihatinya. Sejak
Ati sekolah kelas tiga SMP. Usianya kini
32. Tapi keinginan dan asa itu masih bergelayut disana, di dalam hatinya.
Seorang sahabat Ati mendapat bea siswa
berangkat ke negeri idaman Ati untuk mempelajari kesusastraan Jepang seselesainya menamatkan
Sekolah Menengah Atas.
“Alangkah beruntungnya Saskia”,
begitu pikir Ati pada saat itu.
Kini Saskia sudah menapaki lima tahun kedua di
Jepang. Gelar S3 sudah diraihnya untuk Sastra Jepang dan entah ilmu apa lagi
yang kini sedang digeluti oleh Saskia, sehingga ia memperpanjang keberadaannya
di Jepang. Bahkan Saskia seolah tidak memikirkan masa depannya untuk berumah
tanggal. Saskia masih sendiri. Sama seperti dirinya.
Musim Panas di Jepang, musimnya Festival. |
Sejak Ati sekolah, dulu, ia tahu betul bahwa di
Jepang itu ada empat musim yang tidak bisa dihindari oleh penduduknya ataupun
oleh para pendatang dari Negara lain yang bermukim di Jepang. Terkadang Ati
merasa puas hanya mendengar cerita dari Saskia tentang negeri impiannya itu,
tapi terkadang hatinya berontak.. Karena memang ia hanya bisa menghayal saja.
Membayangkan alangkah indahnya Jepang dikala musim-musim itu berganti. Keinginan
itu tetap tidak mau terpisah dari pikirannya.
Keindahan tersendiri pd.musim gugur (Gb.Google). |
“Kau masih ingat ketika sekolah dulu
kita mempunyai keinginan yang sama, yaitu mengunjungi negeri Jepang. Aku lebih
beruntung karena mendapatkan beasiswa. Kau ingat kan? Di Jepang itu ada
empat musim. Musim semi, musim panas, musin gugur dan musim dingin”, begitu bunyi awal email yang diterimanya dari
Saskia.
“Di musim semi suasana sangatlah
indah. Bunga-bunga sakura bermekaran diseluruh penjuru negeri Jepang yang
kemudian terkenal dengan sebutan Negeri Sakura. Kau kan tahu aku paling gak suka dengan buah
Semangka. Tapi disini aku selalu berburu buah itu ketika musim panas tiba. Buah
Semangka menjadi primadona buah di musim panas. Pada musim gugur aku terkadang
iri melihat pasangan-pasangan yang kelihatan sangat romantis di musim ini.
Kau tahu kenapa, Ati? Karena musim ini disebut juga sebagai bulan romantis. Aku hanya bisa menikmati suasananya saja.
Tanpa seorang pria pendampingku. Aku
masih tetap sendiri. Kepergian Ananto masih membekas dihatiku. Oops, ada satu
lagi musim dingin. Nah di musim ini hampir setiap orang memenuhi pemandian air
panas di berbagai tempat. Bagaimana dengan keadaanmu, Ati? Sudahkan kau punya pendamping seperti
yang diinginkan oleh ibumu?”, Saskia mengakhiri celotehnya.
Keindahan salju di musim dingin. (Gb.Google). |
.
Ati mematikan komputer . Dibaringkannya badannya
diatas sofa. Ati menjulurkan kedua
kakinya jauh ke depan dan merasakan geliat tubuhnya terasa nikmat. Seluruh
otot-ototnya seakan bebas. Ati berusaha untuk membiarkan kantuknya menyerang,
tapi ia tidak bisa tertidur. Pikirannya melayang ke negeri impian.
“Haruskah
aku menerima lamarannya?” hatinya berbisik.
Setelah ibunya tiada sebenarnya Ati bisa bebas
memilih pasangan hidupnya. Tidak akan ada yang menghalangi. Tak seorang pun
yang bisa mencegahnya. Namun ia telah menancapkan sebuah prinsip dalam dirinya:
“Pasanganku, siapa pun itu, haruslah seiman denganku”. Dan prinsip itu sudah
terpateri begitu dalam.
Mungkin ia terbawa arus cerita Saskia tentang musim romantis
di Jepang dimana, menurut Saskia, di musim itu merupakan masa romantis bagi
pasangan yang sedang memadu kasih. Kini pikiran Ati melayang ke seseorang yang
begitu beraninya melamar dirinya.
“Aku
jatuh cinta padamu saat pandang pertama. Aku ingin menikah denganmu dan
membawamu ke Jepang, ketempat leluhurku”.
Pengakuan seorang Teno, begitu beraninya. Pemuda Jepang yang baru berumur 28. Dirinya kini 32 tahun. Ati
menjadi bingung. Inikah petunjuk dari Allah? Inikah kesempatan yang diberikan
olehNya untuk memenuhi keinginannya menginjakkan kakinya di bumi Jepang?
Inikah? Hati Ati masih berperang dengan dahsyatnya. Antara terkabulnya sebuah
keinginan yang telah lama terpendam dan keimanannya yang kuat akan ajaran Nabi
Muhammad S.A.W. serta terpaterinya sebuah prinsipnya.
“Aku
tidak bisa menerimamu, Teno. Kita tidak seiman. Dan aku tidak ingin kau masuk
agamaku karena keinginanmu menikahiku. Aku ingin kau menjadi Imam dalam rumah
tangga kita nanti. Dan ini harus tercermin dari keinginan tulus dari hatimu.
Bukan karena engkau ingin menikah denganku. Itu sudah keputusanku”,
Ati bangkit sambil mendesah."Suatu saat nanti".
"Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Satu Tahun dari blog celoteh.:tt:."
semoga sukses ya bun dgn kontesnya. ini fiksi kan ya bun?
BalasHapusLidya - Mama Pascal, terima kasih ya do'anya. Lidya makasih juga coz selalu setia mengunjungi blog bunda.
BalasHapusSemoga menang kontesnya! ;-)
BalasHapuseksask, maaf sekali baru response komentar eksas hari ini. Terima kasih do'anya.
BalasHapusLidya - Mama Pascal, ada yang belum bunda jawab ya. Betul sekali itu hanya sebuah fiksi. Bunda keknya kurang berhasil kalo ikutan GA di Blog, hehehehehe..... tapi bunda gak akan mundur. Tetap akan ikutan di setiap kontes/GA andaikan bunda tahu infonya. Makasih ya Lidya.
BalasHapusterimakasih Bunda kiriman fiksinya...
BalasHapusIndahnya empat musim yang digambarkan Bunda.. Semoga Ati bisa menikmatinya, suatu saat nanti..