Narsis Berarti Bahagia.

Setelah merasa puas scrolling postingan-postingan di blognya mbak Evi, akhirnya aku menjatuhkan pilihan kepada postingan yang berjudul "Narsisis, Ijinkan Saya Bicara." Why? Karena disamping isi postingannya sangat ringan dan tidak memberikan otakku beban yang berat, juga isi postingannya itu lho "Aku banget!" hehe.. Aku juga seperti mbak Evi Indrawanto -- suka ber-narsis-ria.  Tapi sama sekali aku tak pernah mau lebih jauh meng-hubung-hubungkan arti narsis itu dengan artian yang sebenarnya. Apa itu? Ya, seperti yang disebutkan oleh mbak Evi bahwa kata tersebut menggambarkan orang yang mencintai dirinya secara berlebihan dan si penderita di sebut narsisis. Oo..tidaaak! Aku tidak pernah berpikir kearah itu. Memang kita harus mencintai diri kita sendiri, tapi tidak mencintai diri sendiri secara berlebihan. Ah, seureum atuh! Tidak, aku tidak pernah berpikiran kearah arti yang sebenarnya. Titik. Narsis, ya narsis, seneng difoto alias sebutan yang lebih hebob adalah "banci foto" hehe.. Aktifitas narsis selalu, pasti, selalu dibarengi dengan rasa happy, rasa bahagia. Nah, narsis berarti bahagia.

Dibalik narsis-ku ada kebahagiaan ketika berada di Ktr.Unicef ber-narsis-ria dg. my very nice old colleague yang kutinggalkan sejak tahun 1991.

 Mbak Evi, aku suka postingan ini: "Narsisis, Biarkan Saya Bicara" dengan foto narsis Evi plus keluarga. membuka mataku, bahwa tidak cuma aku, si grandma dengan empat orang cucu ini aja yang suka narsis, tapi juga mbak Evi yang jauh lebih muda dari aku. Mungkin ada ratusan, bahkan ribuan emak lho yang sama seperti aku dan mbak Evi. (Cuma aja malu untuk ngakuin kalo diri mereka narsis juga seperti kita, qiqiqiqiiii...) Why should we? Narsis or whatever you call it means happiness.  Tanpa rasa bahagia kita gak mungkin bisa mewujudkan satu foto pun. Iya gak sih?

Pasti pernah liat foto ini, kan? Sangking narsisnya pokok kamboja aja di senderin, bermanja-ria, hehe..

Kata narsis ini sebenarnya baru aku kenal setelah aku bergabung dengan jejaring sosial yang bernama Fesbuk. Kemudian bertambah tenar dan berkibar kata "Narsis" itu dalam benakku ketika aku sering ikutan beberapa Give Away yang diadakan oleh sesama blogger. Nah, jadilah arti narsis itu benar-benar melenceng dari arti yang sebenarnya. Dan aku tidak mau tahu tentang itu. Yang penting -- aku suka di foto. Titik. Aku narsisis? Absolutely, yes! Masalah buat lo? hahaha.. (minjem kata-katanya Soimah --  boleh donk.)

Apakah aku Narsisis? Yups, liat lagi priksa naskah antologi aja minta di-jepret! Bunda2x

Ada satu hal yang harus diingat seperti yang telah aku sebutkan diatas, bahwa ada yang tak bisa lepas dari ke-narsisan tersebut yaitu perasaan bahagia. Ya, keadaan hati yang sedang ceria, bahagia yang hakiki. Jadi dibalik kata narsis itu bagiku juga ikut bersamanya kata bahagia. Tanpa bahagia pastinya tak akan ada narsis. Coba bayangkan, apa bisa ketika sedang bersedih kita ber-narsis-ria? Bisa gak? Hayo..jawab! Pasti gak bisa, kan? Coba aja liat foto-foto mbak Evi di postingan yang bersangkutan, semua foto-fotonya memperlihatkan suatu kebahagiaan yang tak terucap, tapi tersirat, walaupun hanya dalam sentuhan sebuah senyum. Itulah hebatnya "narsis" So, bagiku narsis berarti bahagia.

Liat lagi bukti narsis-ku berikut:

Karena aku bahagia Antologi-ku Who Am I, Lord terbit -- aku perlu donk jadi narsisis.

Postingan ini diikut-sertakan pada First Give Away Jurnal Evi Indrawanto berjudul

 "Narsisis, Biarkan Saya Bicara/"