Sebuah Kenangan Manis
Ah, ternyata waktu bergulir begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku posting, tapi ternyata sudah 3 hari berlalu. Karena blog adalah wadah untuk sebuah dokumentasi, jadi gak ada salahnya donk kalo aku buat postingan dengan judul Sebuah Kenangan Manis.
Sumber Gb: store.tempo.co |
Usia masa kecil adalah
usia dimana ingatan untuk setiap kejadian akan terus berbekas dengan pekat
dalam benak siapa pun. Manis atau pun pahit. Begitu juga dengan kenangan masa
kecilku yang tidak bisa kulupakan begitu saja tentang suka duka kehidupanku
bersama nenek dan kakekku. Lho koq bersama nenek dan kakek? Gak bersama ibu dan bapak?
Pasti begitu pertanyaan pembaca. Tunggu dulu aku belum selesai nih ceritanya.
Tahun 1946 usiaku 7
tahun -- karena aku dilahirkan pada tanggal
10 Juli 1939, alamaaa, kalo gitu aku blogger yang paling tua neh! Yo wis, gakpopo, lha wong udah umur gak iso di-stop je, kecuali Gusti Allah yang menyetopnya. Iya kan?
Setelah kemerdekaan
R.I. pada Agustus 1945 diproklamirkan, ternyata tahun 1946 ada lagi tuh agresi
oleh “bangsa Londo” yang berusaha merampas kembali apa yang sudah kita capai.
Jelas donk kehidupan untuk rakyat jadi susahnya bukan main. Morat marit. Oops
ada yang terlewatkan: ayahku karena ingin hidup dengan senang masuk Camp (istilah kerennya perumahan) wong
Londo bersama 3 orang kakakku.
Ibuku gak sudi (amit-amit jabang bayi kali ya kalo orang-orang sekarang nyebutnya.). Lebih baik melarat daripada
hidup dengan makan roti yang ukurannya puanjaang dioles mentega dan keju pemberian
bangsa yang merebut Indonesia. Yeee….ibuku emang patriot sejati Cerai berailah keluarga kami -- ayah dan kakak-kakakku di pulau Sumatera sedangkan
aku, ibu, nenek and kakek tinggal di Pulau Jawa, tepatnya di Gang Kancil,
wilayah Jakarta Kota..
Singkat cerita ibuku gak rela anak-anaknya dibawa untuk
menguyah rotinya perampas kemerdekaan donk…..menyusullah beliau. Tapi dalam
perjalanan, karena dalam situasi perang, perjalanan ibu tak bisa dilanjutkan,
hanya sampai di Palembang. Kebetulan ada famili kami yang tinggal disana. Ibuku
stress berat (menurut cerita nenek) dan meninggal dunia di Palembang hanya
karena sakit kepala berat, yang kini aku tahu namanya migren atau migraine. Aku juga akhir-akhir ini suka suffering from migraine nih. Jangan, jangan.....Ah, tapi gak lah. Itu karena kacamataku patah waktu ikutan Workshop Be Smart Blogger, 4 Mei 2013. C'ritanya waktu sholat Ashar mukena nyangkut di bingkai kacamata tuh, tangan kanan nyabut benang yang nyangkut, eh si tangan kiri sibuk menekan bagian tengah kacamata. Yah, patah jadi dua, hiks, hiks.
Sumber gb.: ceritamu.com |
Yuuk, terusin. Nenekku yang mendengar berita
tentang meninggalnya ibuku melalui radiogram stress berat,
menangis sepanjang hari. Karena menangis tiap hari, ternyata menyebabkan mata nenekku
jadi rabun, kurang jelas penglihatannya. Namun karena cinta kasihnya kepada
cucu, beliau tetap berusaha untuk memasak apa yang ada untuk makan kami.
Eeeiiittsss….ada lagi nih yang ketinggalan: Kakekku itu pencahariannya adalah
kuli panggul. Gak jelas apa yang dipanggul, yang penting setiap pulang kakek
selalu membawa beras dalam tasnya yang terbuat dari tikar.
Gadis kecil seumurku, 7
tahun masih belum mengerti arti penderitaan kali ya? Karena ternyata masih
lekat dalam ingatan, aku dan kawan-kawan sebayaku begitu gembira ketika
berlomba menyapu beras yang berserakan di kolong-kolong truk besar yang
mengangkut ber-karung-karung beras untuk musuh Republik. Ternyata, eh, ternyata
banyak juga pentolan-pentolan Republik hidupnya berkecukupan. Gila!!
Lanjut cerita nih –
beras yang berhasil aku kumpulkan itu yang udah pasti donk bercampur dengan
pasir dan tanah -- setibanya di pondokan
reyot, aku dan kakakku memilah-milih,
menyaring dan memisahkan beras dari campuran pasir dan tanah, hiks, hiks…
sehingga bisa ditanak dan dinikmati dengan penuh rasa syukur. Kalau ingat yang
begini, aku sangat bersyukur kepada Allah Subhaanahu Wata’ala bahwa keturunanku
bisa hidup layak seperti sekarang dan gak mengalami apa yang pernah aku alami –
jelaslah lha wong mereka itu lahir dan dibesarkan di Negara Republik Indonesia
yang kaya raya dan udah merdeka jeee…. Beruntunglah mereka, gak kayak neneknya diwaktu
kecil. Lanjuuut….:
Rumahku (kalau saja
bisa disebut sebuah rumah) yang kami tempati itu seperti sebuah gerbong kereta
api lho -- dindingnya dari bilik bambu.
berjejer kamar-kamar di kiri kanan diantarai oleh lorong dalam bangunan itu
kata kerennya “koridor”. Lain dengan yang disebut “bedeng” – kalau bedeng itu
tidak berbentuk kamar-kamar berjejer, tapi boleh dikatakan sebuah rumah. Pasti
pembaca gak bisa ngebayangin kan kayak apa tempatku tidur? Sebuah bale-bale
dari bambu, keker karena bambu betung alias bambu tua dan besar, kami bisa
tidur berempat diatasnya. Di jaman itu? Ya ampuuuunnn……banyak tumbilanya atau
kutu-busuk disetiap sela-sela bale-bale itu sehingga menyebabkan tidurku gak bisa
nyenyak – garuk kiri, garut kanan, balik kiri balik kanan, telengklup,
telentang, tetap aja tumbilanya berkeliaran, hiiiiii……..kalau aku ingat jadi
bergidik juga nih bulu tengkuk. Tau gak sih pembaca apa itu tumbila atau kutu
busuk? Itu lho yang kalo kita bunuh atau kita “pencet” mengeluarkan bau yang
“haruuuuummmm”-nya rrruuaarrr biasa. (baca: busuk!!).Orang Jawa bilang namanya
“tinggi”, hehehehehe…
..
Karena keprihatinan
kami, Allah ternyata mengirimkan “juru selamat” untuk kami. Seorang kenalan
ibuku (yang peranakan Londo), menjemput kami untuk tinggal dirumahnya yang
bagus di Gang Batu, wilayah Passar Baroe. Aku memanggilnya “tante Lin”. Aku
masih bisa mengingat wajahnya dalam angan. Kini mungkin dia sudah berada di
alam baka. Semoga arwahnya mendapat tempat yang layak disisiNya karena dia
seorang yang baik hati, peduli pada keluarga kawan karibnya. Lho koq bisa sih
ibuku berkarib dengan seorang keturunan
Londo? Pasti itu yang nyangkut di benak pembaca, hehehehehe….. So pasti
karena ibuku juga pinter lho bahasa Londonya, cas-cis-cus (kata nenekku).
Tapi ketika “Tante Lin”
pulang ke negaranya dan rumah diambil alih oleh pemiliknya, kami kembali harus
menjadi “gypsy” yaitu kumpulan orang-orang yang tempat kediamannya
berpindah-pindah. Lagi-lagi ada orang yang berhati mulia. Kami diizinkan menempati
sebuah petak, masih sama lokasinya yaitu dibelakang Passar Baroe (berseberangan dengan Gang Batu, disebut Gang
Kelinci. (Ketika lagu Gang Kelinci yang dinyanyikan oleh Lilis Suryani masih
popular, aku selalu teringat tempat tinggalku dulu yang kini sudah menjadi
tatanan rumah yang bagus). Ngomong-ngomong petakan ini tidak memiliki fasilitas
WC ataupun KM. Satu-satunya tempat untuk melakukan aktifitas bersih-bersih yaitu harus
ke sebuah sungai. Kami sudah terbiasa susah (waktu itu), jadi gak masalah kalau
harus berjalan kaki menyusuri jalan beberapa ratus meter untuk sampai di sebuah
sungai (Kali Ciliwung). Itu lho yang mengalir disepanjang Harmoni dan Passar
Baroe. (Mereka yang pernah ke Jakarta Pusat pasti tahu lokasi kali/sungai
Ciliwung ini).
Nah, disinilah kami mandi, buang hajat kecil dan besar, mencuci
pakaian, mencuci beras dan lain sebagainya. Airnya dangkal! Jadi kebayang gak
sih kotornya?? Kami mandi dan mencuci
diatas sebuah “getek” yang tertambat, apalagi air kalinya dangkal jadi getek
pun gak mampu melaju, hahahahaha…... Aku gak tahu siapa yang mempersiapkan
getek disitu, karena ternyata merupakan fasilitan umum, siapa saja boleh
“beraktifitas” disitu. Ada slogan diatas getek yang kalau diterjemahkan seperti
ini: “elu-elu-gue-gue” – (maksudnya: disana
ada yang buang hajat, disini ada yang mencuci………….cuek bebek abiiis!!).
Tapi kami semua sehat-sehat waktu itu dan aku menikmati banget
mandi sambil bertengger diatas getek. Dasar anak kecil, hehehehe…..
Penderitaan semasa kecil, kehidupan yang serba minim, masih mampu menimbulkan
seulas senyum kalau saja aku mengingatnya kembali. Lho koq? Ya, karena ada
kebersamaan di dalamnya. Ada kasih sayang dan cinta nenek dan kakek. Dan ada
kedamaian di dalam dada. Kenangan teramat manis karena kebersamaan kami yang
saling sayang menyayangi, sehingga kekurangan berupa apa pun tidak kami
rasakan selain hidup rukun, penuh cinta, dan mensyukuri anugerah kesehatan dari Allah. Aamiin..Semua itu adalah sebuah kenangan manis.
Subhanallah hidup yang penuh perjuangan ya bund.. Terharu aku bacanya..
BalasHapusIni sebagai media pengingat buat aku agar lebih mensyukuri nikmat Allah yang aku dapat sekarang..
Makasih bund, sharing menariknya ^^
Makasih kunjungan Bunda Dzaky ke blog bunda ya. Ini tiba-tiba aja terlintas buat nulis seperti ini. Betul sekali betapa kita harus mensyukuri apa yang kita lihat dan dialami oleh anak cucu.
HapusSaya ampe berkaca-kaca mbaca nya bun...
BalasHapusMakasih ya kunjungan Rini Uzegan ke rumah online bunda ini. Berkaca-kaca gpp karena itu menandakan bahwa Allah masih memberikan kesehatan yang prima buat naluri Rini.
HapusBun, Alhamdulillah ya pernah merasakan yang seperti itu, sehingga Bunda punya kenangan yang manis, mengingatnya sekarang dan... Bunda kecil menjadi seorang yang tegar, mandiri dan hingga kini semangatnya masih tinggi. Yang ini masih ada kelanjutannya Bun? Cerita saudara Bunda yang berada di Camp?
BalasHapusAlhamdulillah, bunda bisa menjadi seorang yang tegar dan tahan banting menghadapi segala bentuk penderitaan. Aamiin. Hehe, boleh juga tuh, mungkin bisa ya jadi sebuah autobiography bunda, hehe.... Mereka sudah almarhumah dan almarhum (2 kakak laki-laki). Makasih kunjungan Astin ya.
HapusIni cerita yang luar biasa Bunda ...
BalasHapusTernyata Bunda dulu pernah tinggal di kawasan Pasar Baru ... gang kelinci dan sekitarnya ...
Tentu Bunda sudah melihat banyak hal terjadi di Ibu Kota ini...
apa lagi Pasar Baru boleh dikatakan pusat jantungnya Jakarta (tempo dulu)
Salam saya Bunda
Iya, Om Trainer. Karena itu bunda semangat banget waktu ada acara Indonesia Berkibar tempo hari di Museum Jakarta tea tuh. Di bela-bela datang lebih awal, keliling dulu tuh ngojek ke Gang Kancil, Tanah Sareal dan sekitarnya, yang udah gak meninggalkan wajah aslinya lagi, tapi sudah begitu megah. Setelah puas baru ke acara. Tetap aja masih paling awal datengnya. Betul sekali Om Trainer, andaikan bunda seorang penulis handal udah jadi buku setebal bukunya pakde Cholik x ya, hehehe....
HapusMasa lalu yang penuh kenangan.Suka duka di masa lalu membuat bersyukur atas kehidupan yang sekarang.
BalasHapusMbak Niken, mungkin salah satu sebab juga karena hal itu, bunda jadi selalu mendahulukan kepentingan anak-anak, apa pun dan bagaimana pun usaha bunda. Yang penting anak-anak happy. Alhamdulillah, sekarang mereka memperlakukan anak-anak mereka seperti bunda terhadap mereka. Aamiin, ya Robb. Mksh ya kunjungan mbak Niken.
Hapusingat kenangan dulu, ingin kembali kemasa kecil, artikelnya menarik..salam
BalasHapusRomeo, tetep inget kemasa kecil, tapi emoh nek kembali ke masa kecil, ntar gak bisa blogging and nonton video, hahaha.... Makasih kunjungan Romeo ke blog bunda ya, tapi mana Julietnya? Koq gak di-jak ki?
Hapuskehidupan masalalu yg tdk mudah utk dijalani, namun mampu memberikan makna mendalam bagi bunda. Klo generasi skrg tentu tidak kebayang gmn jika hidup di masa itu..
BalasHapusMembaca ini, sy jd bersyukur.. betapa enaknya kehidupan sy skrg..
covalimawati, alhamdulillah kalo tulisan bunda bisa mengingatkan mereka yang membacanya untuk mensyukuri berada pada kehidupan yang sekarang. T'rima kasih kunjungan covalimawati ke blog bunda.
Hapuskangen imang...huhuhuh... love u mom *big hugs*
BalasHapusMe too, I miss your grand-grandfather. Love u 2. Big XoXo for u, Nina darling.
HapusDan satu lagi Bun, blog adalah penyimpan kenangan.. :)
BalasHapusTulisan bunda semakin hari semakin bagus..
Semangat dan terus berkarya ya Bun :)
Apikecil, sayang, siapa lagi sih yang muji kalo gak anak online-ku sing neng Jember? Makasih pujiannya ya. Prit, jangan keseringan ya "pit-pitan" alias balap sepeda. Makasih juga kunjungan Prit ke blog bunda. big hug 4 u.
BalasHapuswah masa kecil bunda, bener-bener ga kebayang dewh.. Jaman bahuela yang tetep manis dikenang..
BalasHapussalam dari yogya bunda
Sungguh cerita yang sangat luar biasa ..
BalasHapusHidup penuh penjuangan