Hati yang Tertoreh.
.
Foto:MFF |
Aku masih juga menekur dihadapannya. Tanganku melilit-lilitkan
saputangan di jemariku. Aku semakin menunduk, seolah aku ingin memastikan bahwa kuku jari-jari kakiku terawat dengan apik dan
bersih. Andro menyukainya. Tiga tahun
yang lalu, aku gadis lugu, 19 tahun, cantik.
“Kenapa kau diam, Ratna? Belum kau putuskan?” dibalik pertanyaannya pasti bergayut rasa
ingin tahu yang menggebu. Kenapa aku ber-ulang kali datang ingin bekerja sebagai pengasuh anak, sekian kali pula aku membatalkannya.
Aku menggeleng, masih membisu.
Tiba-tiba suara gadis kecil memanggil mama, mengejutkanku.
Ah, anak ini, lucunya.
Seandainya saja aku bisa memeluk dengan penuh kehangatan, pastilah hatiku tidak
akan sesedih ini.
Gadis 3 tahun menghambur kedalam pangkuannya.
“Ratih, sayang, ayo salam sama mbak Ratna.” pintanya.
Gadis kecil itu mendekat dan tangan kecilnya menyambut telapak tanganku yang terulur penuh keraguan. Tatapan mataku menyapu wajah mungilnya.
“Kau cantik, hidung
dan matamu seperti milik papamu. Rambut ikalmu yang hitam legam juga milik papamu.”
Bisikku. Dihatiku mulai mengalir sesuatu
yang panas.
Wanita ini, Susi, tidak boleh tahu, bahwa Andro, pria gagah,
29 tahun adalah ayah kandung Ratih. Buah cintaku dengan Andro. Lahir di
Panti Asuhan. Sesuatu telah direnggut
dariku ketika Andro menikah dengan Susi, pilihan keluarga Andro. Namun, enam
bulan setelah pernikahan ternyata Susi di-vonis tidak bisa memiliki keturunan. Kanker ganas menyerang peranakannya..
Sejak meng-adopsi Ratih dari Panti Asuhan, Andro menghapusku
dari kenangannya. Andro melimpahkan
kasih sayang nya pada Susi dan Ratih. Akan sanggup aku melebur kebahagiaan
Ratih yang hanya tahu bahwa Susi adalah ibu kandungnya? Tanpa terasa
bulir-bulir panas mengalir di pipiku.
“Koq, menangis?”
suara merdu mengusap telingaku. Membuyarkan
lamunanku.
Cepat aku hapus airmataku. Aku coba merengkuhnya tapi Ratih
cepat melesat ke pelukan Susi. Sesuatu berdesir di dada. Perih.
“Saya akan jadi TKW di Iraq, besok berangkat. Saya hanya
ingin pamitan pada ibu dan Ratih.” Kataku dengan cepat.
Sebelum aku melangkah jauh, aku sempatkan untuk menoleh.
Di jendela itu, tangan mungil melambai, tanpa tahu ada hati yang tertoreh.
Ah, sedih ceritanya... :(
BalasHapusCerita yang kadang muncul dalam waktu 30 menit. Bingung kadang2 sama ide nih. Tapi termasuk sedih ya? Mksh ya kunjungan bla-bla-bla ke blog bunda.
HapusPanggil saya Nisa. :)
HapusIya, termasuk sedih. The things that should have been hers, become the possession of someone else. It must be hurtful. :(
tiba2 jadi berasa gloomy.. hikss.. ceritanya sedih..
BalasHapusBeneran deh Riski Fitriasari, bunda jadi kaget sendiri lho, setelah jadi bacanya, koq jadi sedih begitu ya? Tapi kalo bikin yang ditentuin tema koq shushaah banget. Makasih kunjungannya.
Hapushuhuuuuu.... *ambil tisu..*
BalasHapusPerih..dan menyentuh kisahnya.. Bun... :)
Nova Violita, makasiiiih, berarti bunda hampir berhasil ya bikin FF, hehe.... Makasih juga kunjungan Nova ke blog bunda.
HapusSedih Bun bacanya :'(
BalasHapusRini Uzegan, jangan sedih donk, ya, tissue mahal, hehe.... Makasih ya udah nili-i postingan bunda.
HapusTerharu,sedih,nyayat hati.. g terbayang jd ratna :( bagus tp ceritanya :-)
BalasHapusRumah Buku Iqro, semua jadi satu ya? Bukan maksud bunda lho bikin cerita sedih, tapi ini jari-jemarinya udah langsung tak-tik-tok aja. Makasih udah ke blog bunda.
HapusJadi ikut merasakan kesedihan Ratna, Bun
BalasHapuskeke naima, bunda udah berhasil 30% ya menguras perasaan pembaca, hehe.... Makasih ya kunjungan keke naima.
HapusHiks.. sedih banget bunda, ikut merasakan kesedihannya Ratna
BalasHapusAh Bunda, bikin hatiku gerimis aja nih.. :'(
BalasHapusbaca ini pas malam2..eh meleleh bund....
BalasHapus