MFF PROMPT #25 - HARUSKAH?
“Maafkan, ibu, nak. Ibu akan ikut bekerja dengan
Tante Warti. Demi kamu.”
Yun menyelimuti Sari dengan sebuah kain panjang,
satu-satunya yang ia punya.
Setelah itu Yun ber-putar-putar di depan cermin.
Mendekatkan wajah begitu dekat dengan cermin. Yun mengelus wajahnya yang
pucat. Kemudian Yun berlari ke sebuah lemari kecil di sudut kamar. Dibukanya
laci yang sudah gompal pinggirnya.
“Aaa, ini dia." desahnya dengan riang.
"Ini masih bisa aku pakai” Yun membuka
tutup tempat lipstick yang sudah kusam, memutar bagian bawah dan tersembullah
bagian yang sudah tidak utuh lagi.
Lipstik berarna merah bata. Bagus juga selera Yun rupanya. Yun tidak suka warna yang menor.
Perlahan Yun mengoles bibirnya dengan
mengangakan kemudian memonyongkan sedikit mulutnya. Diulasnya
seluruh bagian bibirnya.
Yun mengeluarkan lidahnya. Diputarnya sekeliling
bagian bibirnya, atas dan bawah. Basah dan menggiurkan. Yun tersenyum. Ia mematut-matut diri sepuasnya.
“Aku masih cantik.” Desahnya.
Hingga hampir dua jam ia menunggu, Warti tidak juga
muncul. Hatinya jadi ragu. Apakah Warti serius ingin membantunya mencarikan
pekerjaan? Dan pekerjaan apa yang bisa ia lakukan. Tapi kemana Warti. Kenapa
Warti tidak muncul seperti janjinya.
Bunyi
gemeretuk batu-baru kerikil di halaman kontrakan rumah Yun terdengar
sangat perlahan. Seolah ada sepasang kaki yang menginjaknya sangat berhati-hati
untuk, sebisa mungkin, tidak meninggalkan bunyi.
Namun, telinga Yun telah terbiasa dengan bunyi
sekecil apa pun. Ia sudah tinggal di rumah kontrakan ini lebih dari 3 tahun dan
telinganya sangat tidak asing lagi dengan segala bunyi yang terjadi di sekitar
rumah kontrakan itu.
“Maaf, Mbak Yun?” suara berat seorang laki-laki
yang sudah berdiri di muka pintu kontrakan. Perawakannya kekar, Wajah persegi,
namun sorot matanya ramah dan sepertinya menenangkan.
“Iya, betul.”
“Saya bawa surat dari Mbak Warti”, katanya dengan
suara lebih berat lagi.
Yun, mengulurkan tangannya menyambut sehelai kertas
berlipat, tanpa amplop. Lembaran-lembaran ratusan ribu berhamburan. Yun tidak peduli, ia tatap surat itu dan membacanya.
“Yun,
aku minta maaf, karena tidak datang tepat waktu menjemputmu. Tapi aku
mengirimkan susu untuk Sari. Mas Yatno akan membelikan susu sebanyak yang Sari butuhkan. Ia laki-laki baik. Layani dia, demi Sari. Mas Yatno butuh seorang isteri, bukan seorang perempuan seperti aku. Jangan ikuti jejakku. Bangunlah sebuah keluarga.
Yun
tertegun, dipegangnya lembar surat itu dengan tangan gemetar.
"Haruskah?" bathin Yun bertanya penuh keraguan.
385 Words.
whuaaaa keren banget loh bunda . Pilihan yang Ok ini :D
BalasHapusHana sugiharti, masa sih kereeen? Pake banget lagi,hehehe...Mksh komentar dan kunjungan Hana ke blog bunda.
HapusHaruuuuuuussss.........!
BalasHapusnah loh siapa yg semangat hayoooo.....
Bundaaa..... Makasih kunjungan Mbak Susi Susindra ke blog bunda ya.
Hapusbener bener ga mudah untuk memutuskan tuh...
BalasHapusTapi demi anak, kan harus bisa memutuskan, hehe....Mkah kunjungan beli buku online ke blog bunda.
Hapus