Yes, I am Indonesian!
Tahun 1983 aku dikirim oleh kantorku untuk bertugas
di sebuah Negara yang baru saja lepas dari kancah peperangan, Hanoi, Vietnam
Utara. Negara Vietnam Utara yang baru saja bebas dari peperangannya melawan
Vietnam Selatan. Banyak expatriate yang bertugas di sana menyangka bahwa aku
ini adalah warga Vietnam. Kulitku memang sama dengan mereka. Tapi tidak kebangsaanku.
Aku warga Negara Indonesia. Aku orang Indonesia tulen.
Aku bangga menjadi orang Indonesia. Betapa
tidak. Karena dalam setiap malam di bulan-bulan pertama aku menunaikan tugasku
di Hanoi, hampir tidak ada jeda untuk menghadiri ramah tamah yang diadakan,
baik oleh rekan-rekan kantorku di Hanoi, atau oleh Kedutaan Besar Hanoi. Setiap mereka bertanya tentang kebangsaanku, maka dengan bangga aku memperkenalkan diriku. “I am Indonesian.”
Ternyata sebagai orang Indonesia yang memiliki keramahan tamahan yang sudah terkenal itu, menyebabkan rekan Vietnamese sangat percaya kepadaku. Aku sukses membina pertemanan dengan
rekan-rekan kantor yang berkebangsaan Vietnam. Kadang dalam canda mereka
mengatakan tidak percaya aku orang Indonesia. Mereka begitu yakin aku ini orang
Vietnam yang sudah lama tinggal di Indonesia. O, My God, mana mungkin? Aku ini
orang Indonesia. Tulen koq dibilang orang Vietnam. Piye toh.
Keakrabanku dengan staff berkebangsaan Vietnam
membuat iri expatriate lain yang kelihatannya agak sulit untuk bisa akrab
dengan mereka. Jelaslah sulit bagi mereka. Mereka memiliki kebiasan-kebiasaan
Barat yang sedikit sekali mengedepankan keramah-tamahan. Tidak seperti kita
bangsa Indonesia. Expatriate saja bisa koq kepincut untuk tinggal di Indonesia,
kalau bisa selamanya karena ‘rayuan pulau kepala.’ hehe..
Ketika rekan-rekan Vietnamese ini mengajak aku
berkeliling kota Hanoi kala liburan, mereka membanggakan kelima danau yang
indah di Hanoi. Memang kota Hanoi seolah dikelilingi oleh lima buah danau yang
indah. Tapi keindahan itu bagiku tidak bisa mengalahkan keindahan alam yang
dimiliki Indonesia, dengan berbagai keunikan yang dimiliki setiap pulau dengan pantai-pantai
laut yang indah, katakanlah, yang sudah aku jajagi betapa keindahan pantai laut
kota Belitung dengan bebatuan alam raksasa di sepanjang pantainya yang berpasir putih bersih. Pulau
Pramuka di gugusan pulau seribu dengan keindahan taman bawah lautnya. Pulau
Bali dengan segala keindahan seni tari dan kerajinan tangannya. Pokoknya aku
bangga tinggal di Indonesia. Aku tidak memimpikan untuk tinggal berlama-lama di
Negara lain, seperti Inggris, dimana menantuku tinggal.
Indonesia dengan kekayaan alam dan kekayaan budaya
serta ragam kekayaan rempah-rempah menjadi titik utama bagi warga asing untuk
bisa menjejakkan langkah mereka di bumi Indonesia. Tidak jarang keindahan pulau
Bali menyebabkan mereka (turis asing) merasa puas dengan hanya melihat
keindahan pulau Bali. Mereka menyangka itulah Indonesia. Ketika aku di Hanoi
mereka menanyakan apakah Indonesia itu sama dengan pulau Bali?. Jawaban yang
aku berikan tentu saja dengan gelengan kepala dan dengan gamblang aku jelaskan
bahwa Bali adalah bagian yang teramat kecil saja dari Indonesia.
Ketika rekan
Vietnamese membanggakan pahlawan mereka Ho Chi Minh, yang telah menyatukan Vietnam Utara dan Vietnam Selatan dari penjajaha, dengan bangga akupun membanggakan banyak nama-nama pahlawan Indonesia yang berjuang membela bangsa dari penjajahan, seperti Panglima Jenderal Sudirman. Demikian bangganya mereka memiliki seorang pahlawan seperti Ho Chi Min, sehingga jasadnya tidak mereka kuburkan, tetapi diawetkan dan disemayamkan di sebuah tempat khusus, di sebuah musium, lengkap dengan pakaian kebesaran dengan serentetan medali-medali yang dimiliki. Sayang tidak boleh ada yang membawa kamera ketika masuk ke dalam musium. Bukan aku saja yang harus berdiri di antrian yang panjang untuk dapat menyaksikan pahlawan Vietnam ini, tetapi warga setempatpun antri dengan tertib untuk melihat pahlawan mereka. Di Indonesia kita mengenalnya dengan sebutan Paman Ho (panggilan akrabyang diberikan oleh (alm) Presiden R.I. Pertama, Soekarno).
Di Hanoi, aku adalah seorang expatriate hehe...keren juga ya aku jadi exptatriate. Kapan lagi, kalau tidak dikirim oleh kantor, mana mungkin aku berlanglang-buana sampai di Vietnam. Mereka senang ber-narsis-ria bersamaku, begitu juga anak-anak sekolah ketika kami jalan-jalan. Mereka (anak-anak sekolah) itu langsung meneriakkan kata: "Are you Indonesian?" Aku mengangguk dan mengatakan: "Yes, I am Indonesian!"
Expatriate dari Indonesia, hehehe... |
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan: Aku dan Indonesia.
moga menang Kontes Bunda Yatii, Yes I Love Indonesia
BalasHapusTerima kasih kunjungan topik.My.id ke blog bunda. Pengumumannya sudah ada, dan Bunda tersungkur, hehe... alias gak menang dalam lomba penulisan ini. Gpp tapi sensasinya Bunda suka.
HapusTerima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan :Aku Dan Indonesia di BlogCamp
BalasHapusDicatat sebagai peserta
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih kunjungan Pakde ke blog Bunda. Kali ini Dewi Fortuna belum juga berpihak kepada Bunda, hehe..
HapusKeren tulisannya, sangat menginspirasi. Sukse juga untuk kontesnya.
BalasHapusSalam balik http://gebrokenruit.blogspot.com/2014/07/merajut-asa-di-indonesia.html
Terima kasih kunjungan Mas M.Fathur Rosiy. Maaf response Bunda terlalu telat ya. Baru berkunjung ke blog sendiri, hehe.. Terima kasih juga untuk pujiannya, walaupun tulisan ini belum masuk dalam jajaran pemenang.
Hapuswahhh bunda keren nih sudah melanglangbuana ...semoga menang ya bunda ku :)
BalasHapusItu semua karena dalam karir, Irma. Kalau tidak tentu Bunda masih seperti katak dalam tempurung tuh. Terima kasih kunjungan Irma. Dan tulisan ini gak masuk daftar pemenang, hehe..
HapusKeren Bunda tulisannya...
BalasHapusTerima kasih kunjungan fitri anita ke blog Bunda. Beberapa orang bilang tulisan Bunda ini keren, tapi sebetulnya bukan seperti ini yang dimaksud dalam penilaian, tapi apa yang telah kita perbuat untuk Indonesia. Hehe..Bunda udah salah kaprah. Gpp koq gak menang, yang penting sudah berpartisipasi.
Hapusgood luck ya bunda yati
BalasHapusTerima kasih kunjungan Lidya. Hasil lomba sudah ada dan Bunda lagi-lagi terdampar keluar dari jajaran pemenang, hahaha...
HapusSaya banyak sahabat di Hanoi, Vietnam. Saat berlangsung konferensi pemuda international di Kuala Lumpur Nopember 2009 yang lalu. Kini teman teman saya yang dari Vietnam banyak yang sukses bekerja di Bank dan Pemerintahan. Wah jadi pengen kontak kontak lagi sama mereka yang di Vietnam Thanks sdh mengingatkan
BalasHapusTerima kasih kunjungan Asep Haryono ke blog Bunda. Cobalah kontak-kontakan lagi, siapa tahu dapat undangan untuk ke Hanoi lagi. Kalau Bunda suidah putus kontak dengan rekan-rekan Vietnamese-nya, tapi masih kontak dengan beberapa teman Unicef yang sekarang sudah sama pensiun seperti Bunda. Bunda sendiri pengen banget bisa kembali ke Hanoi. Tapi asa itu masih tergantung tinggi di awan, hehe..
HapusApa krn Bunda sipit, dikira bukan indo tulen. :D
BalasHapusKereen ya, 83 udah di negeri orang.
Iiich..Idah Ceris, ada-ada aja, mata Bunda begini belok-nya koq dibilang sipit, qiqiqiii... Alhamdulillah bernasib baik karena karir. Terima kasih kunjungan Idah ke blog Bunda.
Hapuskeren bisa kerja di luar negeri
BalasHapusSaking pengennya Bunda terbang tanpa sayap, mengikuti tes untuk lowongan ini, dan dewi fortuna memihak kepada Bunda, jadilah si Bunda terbang benar-benar tanpa sayap, karena duduk di bangku pesawat. Tugas cuma beberapa bulan, tapi mengetahui banyak hal. Terima kasih kunjungan Mas andinoeg ke blog Bunda.
HapusGinny Laura, terima kasih kunjungan Ginny ke blog Bunda. Terima kasih juga pujiannya, walaupun tulisan ini gak menang dalam lomba, hehe.. Bunda belum sempat ke TKP ya.
BalasHapusSenang mndengar cerita ibu. Expatriate dari Indonesia.. saya juga selalu bangga menjadi orang Indonesia..
BalasHapusEnak membaca tulisan dari ibu, mudah dipahami ..
BalasHapussaya juga sangat bangga menjadi orang indonesia, semoga ibu menang kontesnya :D
Wow! Saya belum lahir, Bunda udah keluar negeri! Betul, Bund. Indonesia negara indah. Zamrud khatulistiwa.
BalasHapus