Ketika Takbir Menggema

Sumber Gb.twicsy.com
Ketika takbir menggema dan beduk dipukul bertalu-talu, sebelum datang waktu magrib, pesanan makananku untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri telah aku terima. Beruntungnya aku, di malam takbiran itu anak perempuanku yang tertua telah datang bersama suaminya dan dua orang cucuku. Jumlah lima ortang di rumah mungil Pamulang 2 cukup memadai untuk dihuni dengan leluasa. Tak apa hanya satu keluarga kecil yang datang bergabung denganku. Yang lain? Masih sibuk dengan persiapan Lebaran esok hari. Satu keluarga kecil yang lain, sedang berlibur ke Bali, menggunakan fasislitas bonus dua tiket pesawatgratis  ke Bali. Dua orang cucu sementara cukuplah untuk mengobati hati yang rindu, karena setahun sekali baru ada kesempatan bertemu.





Anakku melarangku untuk menyiapkan makanan Lebaran seperti ketupat, lontong, sayur ketupat dan lain-lain. Terlalu berat untukku, katanya. Tapi untuk memasak rendang dan ketupat ketan? Tentu saja mau gak mau harus aku sendiri yang turun tangan. Rendang memang sama dalam bentuk tapi akan berbeda dalam rasa bila di tanganku. #somsenihyee...

Membuat rendang sudah kumulai sejak dua hari sebelum malam takbiran, karena aku tidak bisa dan tidak mau mengolah rendang dengan sekaligus siap saji. Akan lain rasanya, bila mengolahnya, bersabar, telaten, agar meresap bumbunya, baik kedalam daging maupun kentang-kentang kecil yang telah ditusuk dengan beberapa tusukan diberbagai sisi. Bumbu lezat akan meresap kedalam kentang-kentang kecil itu. Daaan, bila digigit, kentang itu akan berwarna merah di dalamnya karena bumbu rendang yang telah meresap. Wajan super besar di atas kompor tetap terjerang dengan api yang amat kecil.

Kami pun sempat solat berjamaah berlima (aku, anakku, suaminya dan kedua cucuku.) Ternyata, ketika aku perhatikan hasil jepretan anakku ini, kelihatan bahwa aku sudah terlalu lelah. Lihatlah mataku yang "kuyu:" dan cekung, apalagi tanpa kacamata pula. Sedangkan yang berkacamata pun kelihatan bahwa aku memang lelah. Tapi kelelahan itu tidak aku rasakan karena malam itu aku dikelilingi oleh anak/menantu/cucu-cucuku. Sirnalah kelelahan itu melihat mereka begitu antusias mencicipi masakan yang terhidang di atas kompor. Mereka tidak sabar lagi menunggu makanan terhidang di meja makan, apalagi untuk menunggu saat esok harinya, jadi mereka makan, self-service ala bufet,  hehe... (#Cuci piring sendiri-sendiri donk...)

Seperti biasa -- seolah sudah menjadi tradisi bertetangga, pada malam takbiran itu, kami saling ber-kirim-kiriman makanan lengkap dengan lauk-pauknya. Beruntungnya aku malam itu ditemani oleh anak perempuanku, sehingga tidak sulit untuk membalas ataupun mengirim sebuah baki berisi makanan lebaran. Kalau aku yang bawa? Wah, karena badan sudah lelah, bisa-bisa, terjerembab dan makanan akan mubazir menyentuh lantai dan aspal di jalan raya. Alhamdulillah, Allah mengirim anakku untuk membantu tugasku ini. Rutinitas setiap Lebaran yang akan mempererat hubungan bertetangga. Aamiin.


Seusai solat Isha berjamaah  -- kuyunya mataku, namun senyum bahagia di bibirku.
 
Foto dengan keluarga kecil HerNiGaZi di rumahku, Pamulang 2. Lebaran pertama, 170715, seusai solat Ied.
Keluarga kecil Hernigazi pamit untuk menemui keluarga lain dari pihak besanku, sehingga tidak bisa lama tinggal untuk menunggu adiknya yang akan datang hari ini, namun entah jam berapa, karena harus nyekar ke makam Papanya dulu.

Terima kasih Hernigazi sudah berkunjung di Hari Lebaran tahun ini, bahkan bermalam dan bersama menikmati indahnya Malam Takbiran semalam. Semoga tahun depan kita berkumpul lebih lama, ya.
Aamiin.


Tantangan 20 Hari Ngeblog, Fun Blogging, 30 Juli 2015.

Komentar

  1. Seneng ya Bun, kumpul sama keluarga. Met lebaran ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, seneng banget. JaraK cuma Bekasi-Pamulang, tapi kalo ketemuan ya setahun sekali, kecuali si Bundanya yang ke Bekasi, hehe... Makasih kunjungan Catcilku ke blog Bunda.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Duh happynya ya bun bisa kumpul sama anak cucu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, happy banget. Nanti deh nani djabar pasti ngerasain apa yang Bunda rasain saat ini, kebahagiaan ditemui anak/cucu/menantu. Makasih ya kunjungan nani ke blog Bunda.

      Hapus
  4. Senangnya bundaa anak dan cucu pada ngumpul ya. Aku lebaran di mertua baru hari ketiga ke rumah ortu di Kudus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gpp, orangtua mah pasti gak kecewa koq, mau hari keberapa dikunjungi, yang penting Lebaran kudu sungkem, hehe... Makasih ya sudah mampir ke blog Bunda.

      Hapus
  5. bun, pengen deh nyicipin rendangnya hehe :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh3x, kapan mau ke rumah Bunda, nanti tak bikinin dan kita makan bareng, lesehan, ya. Makasih sudah mengunjungi rumah maya Bunda. Btw, apa mau barteran sama kue khas Bengkulu-nya aja, hahaha....#Becanda.

      Hapus
  6. Bunda, aku mau cicipin rendang juga nih. Enak nih, bumbunya bukan bumbu instan. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuuk, kapan mau ke rumah Bunda or ke rumah anak Bunda, janjian, nanti Bunda bikinin rendang ala Bunda, hehe... Makasih ya kunjungan Efi ke blog Bunda.

      Hapus
  7. Aku kangen ketemu bunda lagiiiii... Entah kapan ya bunda aku bisa bertandang ke Pamulang. Nggak pernah pergi-pergi nih soalnya. Peluk cium dari jauh muaachh...

    BalasHapus
  8. Aku pengen dolan ke Pamulang, bund... kapan yaa
    Senangnya bisa ngumpul bareng anak dan cucu ya. Aku hari pertama ngumpul dg kelg besar ibu mertua, trus hari kedua ganti dg kelg. Ibuku <3

    BalasHapus
  9. Aku pengen dolan ke Pamulang, bund... kapan yaa
    Senangnya bisa ngumpul bareng anak dan cucu ya. Aku hari pertama ngumpul dg kelg besar ibu mertua, trus hari kedua ganti dg kelg. Ibuku <3

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu