Milikilah Kegigihan! Mau?
Source: lintas.me |
Ketika itu aku hanya mengenal perangkat mesintik manual sebagai teman setia di kantorku, karena aku meniti karir sebagai Typist a.k.a. Jurutik hehe..). Gajiku? Empat ribu rupiah, cukup menggembirakan sebagai pendatang baru penyandang predikat orang kantoran yang berpengalaman NOL tahun. Nama kantornya? Biro Perancang Negara di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, yang erat kaitannya dengan Sekretariat Negara Republik Indonesia. Letaknya berdekatan dengan Gedung Kedutaan Amerika.
Setelah sekian tahun aku menimba ilmu perkantoran di Biro Perancang Negara dengan segala pernak pernik yang bersifat confidential aku mencoba peruntungan lain.
Baidewei, aku juga ditugaskan mengerjakan pekerjaan sebagai Librarian lho! Mungkin ini asal muasalnya aku jadi suka membaca dan menulis. Tapi tugasku jadi berat karena dwi-fungsi harus aku kerjakan dengan sebaik yang aku bisa. Kegigihan yang aku miliki akhirnya ambruk juga...
Setelah sekian tahun aku menimba ilmu perkantoran di Biro Perancang Negara dengan segala pernak pernik yang bersifat confidential aku mencoba peruntungan lain.
Baidewei, aku juga ditugaskan mengerjakan pekerjaan sebagai Librarian lho! Mungkin ini asal muasalnya aku jadi suka membaca dan menulis. Tapi tugasku jadi berat karena dwi-fungsi harus aku kerjakan dengan sebaik yang aku bisa. Kegigihan yang aku miliki akhirnya ambruk juga...
Tahun 1967 dengan mengandalkan kecepatan jemariku di atas toets mesintik elektrik (baca: bukan manual!) aku memberanikan diri melamar pekerjaan di sebuah perusahaan bertaraf internasional -- sebuah non-commercial organization, yang bernama Unicef, dengan pengantarnya bahasa Inggris pula. Aku diterima di Bagian Registry (yang berhubungan dengan pengurusan incoming/outgoing mail).
Tentunya surat-surat itu hampir semua berbahasa Inggris. Kalau pun berbahasa Indonesia, maka aku harus memberikan kesimpulan isi surat tersebut dalam bahasa Inggris. Untung saja aku pernah juga kuliah di Akademi Bahasa Asing Jurusan Penerjemah dan Jurubahasa selama hampir tiga tahun (1959/1962). Jadi, no problema-lah
Tentunya surat-surat itu hampir semua berbahasa Inggris. Kalau pun berbahasa Indonesia, maka aku harus memberikan kesimpulan isi surat tersebut dalam bahasa Inggris. Untung saja aku pernah juga kuliah di Akademi Bahasa Asing Jurusan Penerjemah dan Jurubahasa selama hampir tiga tahun (1959/1962). Jadi, no problema-lah
Sejak bekerja di kantor yang pertama aku sudah mulai mencintai pekerjaan yang berhubungan dengan filing. Nah, filing ini tentu saja memerlukan keahlian khusus untuk memilah dan memilih surat-surat berdasarkan kategorinya. Untuk keperluan ini diperlukan folders dan filing cabinet tempat untuk menyimpan folders yang digantungkan dengan memakai map gantung atau hanging folders.
Karena rapihnya pekerjaanku, setelah dua tahun predikatku naik menjadi Junior Secretary. Dibandingkan dengan gaji pertamaku (1959) dan pendapatan per bulan (1967) pastilah sekian kali lipat lebih asyik di kantorku yang kusebut terakhir. Kegigihan itu pun bermekaran lagi dalam semangat yang mengalir.
Makin tenggelam aku dalam tugas, semakin cinta aku pada pekerjaanku, apalagi aku bisa melekatkan dengan pekat di ingatanku banyak kosakata baru dalam bahasa Inggris. Yups, guruku ada dua: surat-surat masuk dan sepasang kamus Bahasa Inggris (Indonesia-Inggris dan Inggris Indonesia), hehe...
Waktu terus bergulir, peringkatku dalam karir pun perlahan tapi pasti merangkak naik dan my spoken English slow but sure semakin lekat juga di lidah. Alhamdulillah. Kekerasan hatiku untuk mengambil dua mata kuliah meninggalkan hasil yang positip. Dua mata kuliah? Keren amat! Nanti dulu, bukan karena keren dan tidak juga disebabkan aku ini dikategorikan sebagai mahasiswi yang pinter, wkwkwk... #pastikeceledeh!
Begini: yang satu aku kuliah dengan biaya sendiri di Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana (Unkris) dan yang satu lagi bebas bayar a.k.a. gratis -- di Akademi Bahasa Inggris. Lho koq kuliah bisa gratis sih? Beasiswa-kah? Kalau beasiswa pasti aku mahasiswi yang pinter plus genius donk. O-oo, bukan! Tapi karena aku menemani kuliah karibku yang dibiayai kantor (1959) karena kedekatannya dengan Sang Presiden Direktur Perusahaan. Waktu yang cuma beberapa tahun, sangat menambah ilmuku, berkat dia, temanku itu. Bagi rekan The Readers, andai berkenan, silakan lihat postinganku yang ini.
Sebagaimana sebuah istilah yang berbunyi "Jangan makan sayur asem terus donk, sekali-sekall coba juga penganan yang lain agar hidup ini bervariasi." Ternyata bisikan-bisikan hati ini juga menggoda hatiku. Setelah dua puluh tiga tahun mengabdi di perusahaan non-commercial company ini, aku pun hengkang atas keinginan sendiri pada tahun 1991, dengan functional title sebagai Senior Administrative Assistant dan menggondol sebuah piagam yang sangat berarti buat kenang-kenangan semasa hidupku.
Mulailah petualanganku menjadi pegawai dengan predikat temporary staff. Setahun di sini, dua tahun di sana, terkadang ada yang hanya beberapa bulan saja. Variasi pekerjaan dan bekerja untuk Atasan yang berbeda, serta berkenalan dengan banyak teman baru pun menambah wawasanku dalam mengenal watak dan pribadi setiap individu yang kukenal. Pengalaman adalah guru dalam kehidupan. Banyaknya pengalaman hidup menjadi bonus buat memperkokoh kegigihan kita.
Di usia 62 tahun (1999) aku menutup petualanganku di lahan ketenaga-kerjaan, hehe...maksudnya pekerjaanku sebagai pegawai, apa pun istilahnya, apakah sebagai temporary staff atau sebagai fixed-term appointment aku tinggalkan. Bukan atas kehendakku, juga tidak atas kehendak Employer, tetapi karena ada Peraturan Pemerintah R.I. yang menetapkan usia di atas 60 tahun harus menjalani Pensiun -- dan usiaku ketika itu 62 tahun. Dua tahun extra yang diberikan cukup memuaskan untuk catatan karirku.
Karena rapihnya pekerjaanku, setelah dua tahun predikatku naik menjadi Junior Secretary. Dibandingkan dengan gaji pertamaku (1959) dan pendapatan per bulan (1967) pastilah sekian kali lipat lebih asyik di kantorku yang kusebut terakhir. Kegigihan itu pun bermekaran lagi dalam semangat yang mengalir.
Makin tenggelam aku dalam tugas, semakin cinta aku pada pekerjaanku, apalagi aku bisa melekatkan dengan pekat di ingatanku banyak kosakata baru dalam bahasa Inggris. Yups, guruku ada dua: surat-surat masuk dan sepasang kamus Bahasa Inggris (Indonesia-Inggris dan Inggris Indonesia), hehe...
Waktu terus bergulir, peringkatku dalam karir pun perlahan tapi pasti merangkak naik dan my spoken English slow but sure semakin lekat juga di lidah. Alhamdulillah. Kekerasan hatiku untuk mengambil dua mata kuliah meninggalkan hasil yang positip. Dua mata kuliah? Keren amat! Nanti dulu, bukan karena keren dan tidak juga disebabkan aku ini dikategorikan sebagai mahasiswi yang pinter, wkwkwk... #pastikeceledeh!
Begini: yang satu aku kuliah dengan biaya sendiri di Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana (Unkris) dan yang satu lagi bebas bayar a.k.a. gratis -- di Akademi Bahasa Inggris. Lho koq kuliah bisa gratis sih? Beasiswa-kah? Kalau beasiswa pasti aku mahasiswi yang pinter plus genius donk. O-oo, bukan! Tapi karena aku menemani kuliah karibku yang dibiayai kantor (1959) karena kedekatannya dengan Sang Presiden Direktur Perusahaan. Waktu yang cuma beberapa tahun, sangat menambah ilmuku, berkat dia, temanku itu. Bagi rekan The Readers, andai berkenan, silakan lihat postinganku yang ini.
Sebagaimana sebuah istilah yang berbunyi "Jangan makan sayur asem terus donk, sekali-sekall coba juga penganan yang lain agar hidup ini bervariasi." Ternyata bisikan-bisikan hati ini juga menggoda hatiku. Setelah dua puluh tiga tahun mengabdi di perusahaan non-commercial company ini, aku pun hengkang atas keinginan sendiri pada tahun 1991, dengan functional title sebagai Senior Administrative Assistant dan menggondol sebuah piagam yang sangat berarti buat kenang-kenangan semasa hidupku.
Mulailah petualanganku menjadi pegawai dengan predikat temporary staff. Setahun di sini, dua tahun di sana, terkadang ada yang hanya beberapa bulan saja. Variasi pekerjaan dan bekerja untuk Atasan yang berbeda, serta berkenalan dengan banyak teman baru pun menambah wawasanku dalam mengenal watak dan pribadi setiap individu yang kukenal. Pengalaman adalah guru dalam kehidupan. Banyaknya pengalaman hidup menjadi bonus buat memperkokoh kegigihan kita.
Di usia 62 tahun (1999) aku menutup petualanganku di lahan ketenaga-kerjaan, hehe...maksudnya pekerjaanku sebagai pegawai, apa pun istilahnya, apakah sebagai temporary staff atau sebagai fixed-term appointment aku tinggalkan. Bukan atas kehendakku, juga tidak atas kehendak Employer, tetapi karena ada Peraturan Pemerintah R.I. yang menetapkan usia di atas 60 tahun harus menjalani Pensiun -- dan usiaku ketika itu 62 tahun. Dua tahun extra yang diberikan cukup memuaskan untuk catatan karirku.
Tentu saja terkecuali bagi mereka yang memiliki keahlian khusus yang bisa dipekerjakan sebagai Consultant, hehe... aku ini apalah.., apalah... Namun tetap harus disyukuri karena tidak semua wanita bisa mengalami hal-hal seperti yang pernah aku alami. Aku bangga pada diriku sendiri. Siapa pun harus bangga pada dirinya dan harus memiliki kegigihan dalam menghadapi hidup yang penuh dengan onak dan duri. Insya Allah dengan bermodalkan sebuah tekad, jujur dan ikhlas dalam berusaha, Allah akan menunjukkan jalan tanpa kita duga sebelumnya. Aamiin.
Last but not least, kegigihan yang memunculkan keseriusanku dalam mengerjakan tugas-tugasku dengan baik. Bekerja dengan semaksimal yang bisa aku berikan kepada Employer, alhamdulillah, telah memberiku sebuah hadiah yang tak pernah terlintas dalam benak. Minatku kepada filing system telah membawaku terbang tanpa sayap ke sebuah negara nun jauh di sana -- untuk membantu mereka membereskan administrasi filing di kantor perwakilan Unicef yang berkedudukan di Hanoi (Vietnam Utara). Bukan cuma Vietnam Utara yang aku kunjungi, tetapi juga Bangkok dan Philippines. Disamping untuk penerapan pengalaman kerja di negeri orang, networking pun bertambah, haha... Yuk, silakan baca tulisanku di sini.
Jadi jangan biarkan kegigihan itu berlari dari dirimu. Pertahankan! Dan kejarlah!
Luar biasa Bunda Yati. Mengagumkan sekali cerita dari awal karir sampai Bunda pensiun. Kegigihan memang harus dipegang teguh ya Bunda. Salut! :)
BalasHapus62 tahun di taun 1999? Berarti skrg sekitar 78 thn dan aktif ngeblog, wow. Saya jd smgt nih. Terima kasih share nya bunda. Salam kenal.
BalasHapusBunda keren, wanita karir penuh dedikasi yang sejati
BalasHapusBunda keren!!! Apalah artinya saya ini dibanding semangat Bunda
BalasHapusMantab, Bunda. Ikut semangat
BalasHapussatu kata buat bunda: WOW :)
BalasHapussaya ngerasin kuliah sambil kerja perjuangan sekali ya Bunda :)
BalasHapusBunda Yati luar biasa. Gigih dan penuh semangat. Saya yg muda benar2 harus belajar banyak.. makasih ya bunda sharing yg menginspirasi..
BalasHapusTerimakasih Bunda, telah berbagi semangat melalui cerita pengalaman Bunda ini. Yang muda-muda seperti kami,banyak menikmati kemudahan. Jadi harus sering-sering diingatkan tentang bagaimana "berjuang" menjalani hidup ini.
BalasHapusSalam hangat.
Saya yang saat ini cuma pegawai apalah apalah jadi kicep baca postingan bunda yati. Yang penting semangat dan gigih ya! *kasih emote otot*
BalasHapusHuaaa cerita bunda sungguh mrnginspirasi!
BalasHapusTetap semangat Dan gigih :)
Waaaah Bunda Yati semangatnya luar biasa, memotivasi dan menginspirasi sekali. Memang ya kata-kata 'There's a will, there's a way' hihi semangat dan kegigihan bisa jadi kunci kita mencapai impian juga. Terima kasih sudah berbagi cerita yang luar biasa ya. I adore you, Bunda Yati :)
BalasHapusAmaizing..!!
BalasHapusKeinginan dapat terwujud karena kegigihan dalam berjuang.
BalasHapus