Satu Cara Menghadapi Kesendirian Itu Bernama Ikhlas

Sumber: cahayatausiah.blogspot.com
Tulisan di blog ini untuk memenuhi janjiku seperti yang telah kutulis di sini tentang aku tidak akan, sebisa mungkin, membuang blog lamaku. Aku harus mencari ide terus agar semua blogku yang lama bisa aku update, walau pun tidak dalam waktu yang teratur. Pastinya. Tampilan blog juga belum selesai dirapihkan, belum ada lamannya, hehe...



Ya, betul sekali (menurutku) ikhlas adalah satu cara untuk menerima dan menghadapi kesendirian yang kita alami di masa tua. Seperti kesendirianku sekarang, aku nikmati betul dengan penuh rasa bersyukur masih bisa bergerak ke sana ke mari. Masih bisa mengunjungi anak-cucu yang berjarak jauh dari rumah yang aku tempati. Rumahku yang Home Sweet Home itu. Tentu saja dengan syarat harus dijemput atau paling tidak dipesankan taxi dengan reimbursement nantinya, hehe... Ya, iyalah, uangku kan dari anak-anak juga. Kalo gak diganti kan bisa kacau tuh catatan belanja di Pamulang.

Beruntung sekali aku memiliki anak lebih dari satu, sehingga kehilangan seorang permata hati masih ada tiga orang intan permata yang bisa aku jelang di saat aku merindukan cucu. Bukan berarti aku tidak merindukan ibunya (anakku) lho! Tapi itulah, hukum alam telah membuat hati seorang nenek lebih merindukan cucu ketimbang anak. Kenapa aku katakan beruntung? Aku bisa membuat jadwal untuk bersama cucu-cucuku plus tentunya anak-anakku silih berganti, misalnya beberapa hari di anak perempuan tertua, sekian hari di rumah anak perempuanku kedua dan sekian hari pula untuk mengunjungi rumah si Bontot yang harus aku tengok secara berkala. Alhasil, aku akan kembali ke rumahku setelah paling sedikit tiga mingguan. Waktu yang terbilang lama juga untuk meninggalkan rumah Pamulang. Tapi itulah dinamika hidupku yang membuat aku terlepas dari kejenuhan. Aamiin.

Belum lama ini aku menghabiskan waktu di rumah anak perempuanku yang tertua di Bekasi Barat. Alamaa...rasanya walau pun naik taksi koq gak sampe-sampe, ya. Dan argo sudah menunjukkan di atas 200ratusan. Karena alamatnya agak susah untuk dijelang, maka taksi menunggu di Pomp Bensin dekat McDonald. Cucuku akan menjemputku dan kami akan konvoi menuju rumahnya, hehe...istilah konvoi boleh donk ya dipake di sini. Soalnya cucuku mengendarai motor, sedangkan aku mengiringinya dengan taksi. Jelas,  tidak bisa bersamanya karena  perlengkapan perang online-ku selalu aku bawa kalau bermalam di mana pun. Nah, jadilah uang taksi bertambah jadi 250ribu. 

"It's ok, Mom," kata anakku. "Ada reimbursementnya," sambungnya lagi.

Hehe... Asyiiik... Pulangnya pun dikasih "sangu" plus uang taksi lagi tuh.

Bayangkan, sekali kunjungan ke Bekasi Barat dari Pamulang p.p. setengah jeti, booo... diluar uang tol dan tip buat drivernya lho... Sekali-sekali gapapa kan, ya, uang anaknya dikeruk sama Mamanya untuk mengobati kangen ketemu cucu. Keberkahan ada di sana. Allah akan melipat-gandakan rezeki anakku, Insya Allah, karena sudah bisa menyenangkan hati Mamanya yang lagi kangen berat sama cucu.

Cucuku ini setiap kali dia memelukku pasti dia bilang: "I love you, Bunda. So much." Ah, senangnya hati ini mendengar ucapannya sambil memelukku dengan erat. 

"I wish you will stay longer," ujarnya ketika aku pamitan. Seharusnya kan "I wish you to stay longer." Tapi tetap aku salut pada rasa percaya dirinya yang kuat. Ya, ampuuun..., bahasa Inggrisnya itu lho yang bikin aku gemes dan tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipinya yang gembil dan melihat matanya yang cemerlang. Cucuku belajar bahasa Inggris dari film-film di Youtube yang ditontonnya. Film-film yang berisi games bervariasi. Selama bersamanya aku jadi terbius untuk nonton IN SIDE OUT yang betul-betul menarik
Bangga donk ada foto cucuku di sini (dok.nina chairul)
Dengan antusias Cucuku memperhatikan ucapan dan intonasi para pelakon yang menjadi tokoh-tokoh In Side Out  Aku sendiri baru pertama kali itu menontonnya, karena di rumah Pamulang kan gak berlangganan Indiehome, hehe...Yang ada siaran lokal biasa. Tapi cukuplah untuk hiburan mengusir sunyi ketika aku di rumah. Btw, Cucuku dan Mamanya juga seringkali berbahasa Inggris dalam kesehariannya. Mau betul atau gak pronunciationnya, yang penting cucuku ini selalu percaya diri ketika mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris. Kerennya cucuku!

Kembali kepada Satu Cara Menghadapi Kesendirian Itu Bernama Ikhlas. Kalau saja aku tidak mampu untuk ikhlas, pastilah aku bisa-bisa jatuh sakit karena memendam rasa kangen kepada anak cucu yang tinggal berjauhan. Kenyataan yang harus dihadapi, mereka sudah membentuk rumah-tangganya sendiri. Aku harus ikhlas, bahkan harus berbahagia dan bahagia telah melepasnya untuk membangun rumah tangga. Melihat kehidupan mereka yang cukup rukun dan bahagia dengan anak-anak yang sehat dan pintar rasa ikhlas itu semakin tebal melekat di dada.
Sumber: vemale.com
Sebagai orangtua, hari gini, tidak perlu mengharapkan untuk dikunjungi anak-cucu lebih dahulu. Mengalah tak menjadi masalah, kalau memang waktu yang kita miliki bisa kita luangkan untuk mengunjungi mereka, kenapa gak? Tak perlu gengsi koq untuk berkunjung ke rumah anak-cucu-menantu, karena kedatangan kita ke rumahnya bukanlah untuk menyusahkan mereka. Bahkan mungkin (?) mereka malah bersyukur menerima kedatangan kita. Positive thinking is a must dalam situasi seperti ini.

Lho? Koq aku membicarakan hal ini menggunakan kata "kita" -- kenapa aku berpendapat banyak para blogger yang sudah mempunyai menantu dan cucu? Seandainya pun tidak seperti itu, setidaknya, banyak blogger yang masih memiliki anak (anak-anak yang tinggalnya berjauhan, kan? Mungkin ada yang masih sekolah atau kuliah dan tinggal berjauhan (misalnya kost); tentu hanya ikhlas untuk bersabar menunggunya datang berkunjung yang bisa kita lakukan atau kita yang harus ikhlas menyediakan waktu untuk mengunjunginya. As simple as that. 

Selama masih ada ikhlas yang terselip dalam dada setiap insan Allah, maka serumit apa pun masalah yang kita hadapi, pastilah kita mampu menghadapinya dengan keikhlasan yang dengan sendirinya akan muncul dari dalam hati yang paling dalam.

Dengan ikhlas kita bisa melakukan apa saja yang bisa membuat hati anak atau bahkan orang lain bahagia atau setidaknya hatinya senang. Misalnya yang telah aku lakukan ketika bermalam di rumah anakku beberapa hari yang lalu. Sepeninggal mereka (anakku dan suaminya) bekerja, juga cucuku yang tertua kuliah, cucu yang kecil sekolah, maka tinggallah aku sendiri di rumah... yang bisa aku lakukan adalah menebar pandangku ke segenap penjuru halaman rumahnya. Pot-pot tanaman yang sudah ditumbuhi rumput liar aku bersihkan, tanpa merubah posisinya. Karena pastilah seleraku berbeda dengan selera anak-menantu dalam penataan pot tanaman di rumah kami masing-masing..

Kembali ke rumahku "My Home Sweet Home" di Pamulang sebelum libur panjang berakhir pun aku ikhlas. Keikhlasaan yang tidak aku buat-buat. Ikhlas yang datang dari hati yang tulus. Di rumah ini banyak kenangaan. Di rumah ini banyak yang harus aku kerjakan sendiri. Dan di rumah ini tugas menantiku. Menata ulang letak furniture pun ikhlas aku melakukannya tanpa bantuan orang lain. Hanya dengan menggeser perlahan letak alat rumah tangga yang sekiranya sudah membosankan mataku memandangnya. Apa sih susahnya. 
Aku dan anakku yang telah menghadapNya (dokpri)
Ikhlas membuatku lepas dari rasa lelah. Ikhlas pula yang membuat hatiku puas, berkeringat, segar, melihat hasilnya aduhai memuaskan hati. Dan Ikhlas disertai senyum (swear, aku selalu senyum sendiri) melihat hasil kerjaku -- melihat pot-pot tanamanku terawat dan terpelihara. Melihat bibit-bibit anakan tanamanku yang mulai bermunculan. Last but not least: Rumahku pun bersih (tentu saja bersih versiku, hehe...)

Mudah-mudahan tulisanku ini mampu menginspirasi siapa saja yang seringkali ber-leha-leha dan memanjakan diri dengan membuang-buang waktu yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna. Insya Allah. Yuk, bergeraklah dengan ikhlas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu