Berburu Buku Bekas, Siapa Takut?

ODOP/ISB Hari ke-7 (Periode 10-23 Januari 2018)

Tema: Mengapa masih suka beli majalah atau buku bekas? Adakah nilai plus nya dari barang2 tersebut? Di manakah biasanya membeli?Jika tidak suka, apa tanggapannya soal majalah dan buku bekas? 


One Day One Post disemangati oleh Blogger Senior, Penggagas Indonesia Sosial Blogpreneur  +Ani Berta  tetap aku ikuti walaupun terlambat. Tema yang listed sangat membantuku untuk memulai aktivitas menulisku.  Berburu Buku Bekas, Siapa Takut sejatinya judul yang tepat untuk postinganku kali ini.


Di Era SMP/SMA

Membicarakan tentang Buku Bekas atau Majalah Bekas sudah tidak asing lagi bagiku. Hal ini telah menjadi  kebiasaan sejak aku duduk di bangku SMP. (1953). Waktu itu aku tengah gigih-gigihnya menyalurkan minat bacaku. Boleh dikatakan aku addicted membaca sekaligus mendengarkan musik. Musik genre apa saja aku suka selama musik itu bisa membuat tubuhku bergoyang. Tentu saja ini aku lakukan di rumah. Kalau dalam perjalanan (di dalam kendaraan) paling-paling aku hanya mengangguk-anggukan kepala perlahan mengikuti irama. Lho, koq, jadi membicarakan musik sih? 

Oke, let's go back to the above mentioned subject. Kebiasaan membeli buku bekas atau majalah bekas masih tak dapat aku tinggalkan hingga aku masuk ke SMA. Di SMA ini yang menjadi buruanku buku-buku pelajaran bahasa Inggris. Bukan novel. Seperti yang tak pernah para blogger ranum tahu, mungkin, buku-buku cetak pelajaran bahasa Inggris untuk SMA, ketika itu masih lumayan tidak bersahabat dengan kocek orang-tuaku.  Alhasil, aku mencari yang bekas saja. Mungkin covernya sudah usang, tapi isinya kan masih bisa dibaca dengan jelas.

Membaca judul postinganku di atas, memang benar lho, bagiku Berburu Buku Bekas, Siapa Takut?  Mungkin sebagian orang banyak yang malu atau istilah kerennya gengsi  memasuki kios-kios buku bekas. Tapi tidak untukku. Kalau kios tak terawat dan yang menunggunya bukan orang-orang yang menyukai buku, maka banyak buku dan majalah yang berserakan  di sudut-sudut kios -- masih menunggu tangan-tangan trampil yang mengaturnya.

Membeli buku-buku bekas ketika itu memang satu kesempatan bagiku. Aku mau  berjongkok berlama-lama memilih apa yang kucari diantara buku-buku yang masih berserakan itu.  Aku mendapat julukan Si Kutu Buku karenanya. Uang jajanku yang tak seberapa masih bisa aku belikan buku yang aku temukan,  pun masih tersisa untuk transport pulang sekolah.

Dulu, membeli buku-buku atau majalah-majalah bekas tidak perlu pergi ke tempat khusus Kios buku bekas, di toko buku dekat sekolahku (SMP) yang berlokasi di Majestik -- toko buku YUSRI -- juga terkadang menyediakan buku-buku bekas yang masih layak baca, maksudnya tidak lusuh dan tidak berubah warna kertasnya.  Kalau tidak menemukan apa yang aku butuhkan di situ, maka aku akan mencarinya di emper-emper toko dekat Pasar Majestik. Jaman now mungkin sudah tidak ada lagi yang seperti itu.

Nah, bermodalkan kesukaanku membaca buku bekas ataupun majalah bekas jadilah aku juga suka menulis. Kebiasaan ini berlanjut hingga aku masuk ke SMA (1956). Ternyata membeli buku bekas memberi dampak yang sangat positif untuk merambahi passion menulisku. Tahun 1956 aku coba untuk menulis naskah cerpen. Aku memberanikan diri  mengirimkannya ke sebuah Mingguan yang bernama "BERITA MINGGU" --  Bagi mereka yang se-level denganku usianya, pasti pernah mengenal Mingguan ini. Mungkin gak ada deh blogger yang se-level denganku dalam hitungan usia, hehe...


Selepas SMA hingga sekarang
Passionku, kalau boleh disebut begitu -- banyak membaca buku serta majalah bekas sangat memberikan manfaat yang luar biasa kepada naluri menulisku. Aku jadi menyukai tulisan Pengarang Sri Subakir dengan cerpen bersambungnya di Majalah Femina berjudul "Seribu Burung Layang-Layang di Tangerang" -- inilah yang menyebabkan kerasnya keinginanku untuk menunggu dan menunggu Majalah Femina bekas yang memuat cerpen bersambung ini. Kalau beli yang baru, amboooiii...tak kan terbeli olehku. Kalau sudah tak sabar menunggu kelanjutan cerita, pasti aku berusaha mencari teman mana yang berlangganan Majalah Femina, untuk tetap secara rutin mengikuti alur cerita. Kalau perlu aku fotokopi lembar-lembar yang aku perlukan.

Setelah aku memiliki penghasilan, mulailah aku berlangganan Majalah kesayanganku ini, secara teratur.  Sekian lama aku berlangganan majalah ini, semakin menumpuk pula majalah Femina di rumahku. Akankah aku jual ke Kios Buku Bekas? No way, tak akan pernah. Karena itu sengaja aku bundel setiap 15 edisi majalah, sehingga aku memiliki di rak buku deretan rapih bundel Majalah Wanita FEMINA. 

Segala sesuatu memang tidak ada yang kekal. Ketika suatu ketika aku harus hijrah dari pemukiman lama di Tanjung Priok, ke pemukiman baru di Pamulang -- bundel-bundel itu aku berikan kepada mereka yang mau. Sedangkan satu bundel yang berisi antara lain Majalah Femina yang berisi Cerpenku berjudul NELIA, tetap aku simpan hingga sekarang.

Di Wilayah Pamulang ada Kios Buku Bekas yang lokasinya di Parakan. Sesekali aku masih mampir ke sana untuk melihat kalau-kalau ada buku pelajaran bahasa Inggris yang patut aku beli. Diam-diam ternyata salah seorang anakku menyadari aku  penyuka buku bacaan, termasuk novel. Ketika ada lelang buku bekas di wilayah Jakarta Kota, disamping dia membeli barang-barang klasik seperti seterikaan antik (kepala ayam jago yang bertengger di pembukanya, pesawat telephon model zaman baheula dan beberapa barang-barang antik lainnya), anakku juga memilih dan membelikanku buku  Roman karya Pramudya Ananta Toer berjudul Nyanyi Sunyi, novel lainnya -- Batara Krisna, serta beberapa buku novel karya penulis-penulis terkenal. Hingga kini buku-buku itu belum sempat aku sentuh.

Kini sudah jarang sekali aku menyambangi Kios Buku Bekas, karena inventaris buku sudah banyak di rumahku. Pun belum tuntas aku baca. Sekalipun begitu aku tak akan mengucapkan "Selamat Tinggal Kepada Kios Buku Bekas" -- karena di manapun kau berada -- peminat pasti menghampirimu untuk sekedar melihat-lihat bahkan memborong buku-buku bekasmu. Untuk sebuah judul yang bagus, harga di Kios Buku Bekas ini bisa diperkirakan 1/10 lebih murah dari harga aslinya. 

Nilai plusnya dari kegemaran hunting buku bekas atau majalah bekas tentu saja banyak sekali, antara lain, menghemat pengeluaran, meminimalisir waktu kita keluar rumah. Juga kita bisa sambil window shopping, melihat-lihat buku-buku lain yang mungkin saja menarik hati kita. 

Last but not least: Secara tidak sadar kita telah membantu pemilik Kios menambah koceknya. Yeeaayyy... Dan satu hal yang lebih penting lagi dan ini sangat bermanfaat untuk orang lain, yaitu ketika aku sudah tidak membutuhkan buku itu lagi, maka bisa aku hibahkan kepada mantan-mantan muridku. Bagi mereka sudah tentu sangat berguna. Itu menurutku. Prinsipku, sekali aku memberikan sebuah buku disertai keikhlasanku, maka harapanku buku tersebut akan berguna bagi siapa saja yang menerimanya. Aamiin.


Tunggu apa lagi? Yuk, Berburu Buku Bekas, Siapa Takut?









Komentar

  1. pas bgt ..baru aja beli buku Harry Potter yang versi indonesia, bekas masih good condition he he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beruntung banget bisa dapet buku Harry Potter versi Indonesia, bunda aja belum baca tuh. Selamat membaca deh, ya. Sambil ngemil gak? Makasih ya kunjungan fitri anita.

      Hapus
  2. Bunda, aku baca artikel ini serasa pergi pakai mesin waktu ke zaman dahulu. Bahkan saat Bunda Yati SMP, ibuku juga belom lahir, hihi. Tapi berburu buku bekas memang seru sih. Aku pun dulu begitu, senang banget kalau nemu Bobo yang harganya masih Rp 5.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihiii...iya seneng banget ya, dulu harga buku n majalah, apalagi yang bekas murah pake banget. Makasih kunjungan Ratna Dewi ke blog bunda.

      Hapus
  3. jaman sma sering banget berburu buku bekas bun, padahal kalau dihitung2, ongkos ke tempat yang jualannya sama kaya beli buku baru :P

    BalasHapus
  4. Kalo inget jaman sekolah bunda tuh sedih tapi sukacita karena para sahabat bersama -- ke sekolah kami jalan kaki, gak ada uang transport kalo mau beli buku or jajan. Bayangin jalannya tuh jauh banget bisa makan waktu 1 jam-an dari Jl. Ciragil (Pasar Santa) ke Jl. Bumi (Majestik). Tapi koq ya hepi-hepi aja tuh dan gak pernah telat masuk kelas. #nostalgia

    BalasHapus
  5. Bunda aku suka banget koleksi dan baca buku. Kadang untuk ngepres budget, aku beli buku bekas di pasar Senen. Alhamdulillah kondisinya masih bagus2

    BalasHapus
  6. aku suka ke Tebet deket stasiun itu loh bun, menurutku itu kumpliiiiiit

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu