3 Kiat Melawan Amarah


ODOP Peb18 Hari Pertama: 5 Pebruari
Tema:  Kiat berdamai dengan diri sendiri saat marah atau kesal terhadap orang lain dengan tujuan agar tidak terjadi kebencian satu sama lain


Setiap individu pasti memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi amarah yang meledak karena suatu hal yang membuat hati marah dan kesal. Secara otomatis otakdan naluri kita akan mampu mengatur kemarahan itu ditujukan pada keluarga-kah (terutama orangtua kita) atau  kepada teman, tetangga, orang asing sekalipun. Tanpa kita minta secara reflex sikap kita dalam melontarkan amarah akan berbeda. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan seseorang. Semakin tinggi jenjang sekolah yang dimiliki maka semakin tinggi pula tingkat pengendalian diri melawan emosi. Yuk, simak kiat-kiat ala Bunda Yati "3 Kiat Melawan Amarah"



 1. Tarik Napas Dalam-Dalam

Menghela napas sedalam yang kita kuat menahannya sebelum melontarkan kata-kata sebagai pelampiasan amarah sangatlah berarti. (biasanya diikuti dengan mengrut dada, hehe...) Waktu yang cuma beberapa detik itu, alhamdulillah, seketika akan mampu meredam emosi dan membuat pikiran mulai sejuk. Percaya atau tidak, cara ini telah aku terapkan dalam kehidupanku. Banyak sekali keuntungan dan manfaatnya bila kita bisa menahan emosi dengan melakukan cara yang sangat sederhana ini. Bagi kebanyakan orang sikapku seperti itu menunjukkan aku seorang yang lemah. Biarlah mereka menilai aku seperti itu.

Mungkin pendapat itu ada benarnya juga. Kenapa? Karena boleh jadi karena aku sedang dirundung musibah, Allah menganugrahkanku kesabaran yang luar biasa.

Ceritanya begini:

Anakku lelaki menderita sakit dirawat di rumah sakit  hingga akhirnya meninggal dunia. Tentu saja jenazah harus aku bawa pulang. Untuk tidak menyia-nyiakan waktu aku minta agar anakku dimandikan di rumah sakit. Segala perlengkapan telah disediakan. Kami ikut memandikan jenazah sosok yang kami cintai itu. Sebelum ambulance membawa kami sekeluarga, aku berusaha menelpon tetanggaku yang kebetulan adalah Panutan di Wilayah tempat aku tinggal. Pembicaraan berlangsung lewat telpon.

"Bu, anakku meninggal," kataku dengan suara bergetar menahan tangis. Harapanku agar sebagaimana kebiasaan di wilayah RT akan ada persiapan menyambut jenazah -- tenda, kursi dan lain-lain yang diperlukan sehubungan dengan kematian salah seorang warga. Namun, tanpa diduga jawaban dari seberang telpon mengatakan sesuatu yang sebenarnya sangat menusuk hatiku. Tapi ketika itu aku diberi kesabaran yang luar biasa oleh Allah SWT. 

Tanpa basa-basi dan didahului oleh ucapan bela sungkawa suara diseberang telpon menyambar telingaku.

"Bawa aja langsung ke rumah anak Ibu yang lain, karena di sini sudah dipasang tenda untuk perhelatan besok," suaranya datar.

Aku mengurut dada, menarik napasku dalam-dalam. Dengan ketenangan yang aku miliki aku menjawab: "Oo..begitu ya, Bu. Baiklah, saya akan bawa langsung saja ke mesjid untuk disolatkan. Terima kasih."

Hatiku bergejolah namun kesabaran sudah mampu menguasai akalku. Aku tidak boleh menanggapinya dengan sakit hati dan amarah -- ada jenazah anakku tercinta di sampingku. Aku harus bersikap setenang mungkin. Kemudian aku telpon seluruh keluargaku yang sudah menunggu di rumahku. Oops, ada yang terlewat. Kami bertetangga dengan Ibu yang baik hati itu dan tenda untuk perhelatannya telah dipasang sampai di muka rumahku.

Aku berpesan kepada adikku seluruh kerabat dekat agar semua bersiap menyambut jenazah di Mesjid, tidak di rumahku sendiri yang juga tempat tinggal anakku almarhum.  Mereka yang akan berkunjung ke rumahku mengucapkan belasungkawa dan salam duka pun diarahkan ke Mesjid.

Alhamdulillah, semua berjalan lancar, yang menyolatkan anakku lebih dari empat puluh orang.  

Kalau aku turutkan hatiku hancur seperti kata pepatah "Sudah jatuh tertimpa tangga pula." -- seolah aku tidak memiliki rumah di situ, rumah di mana anakku berhak untuk merebahkan tubuh kakunya sebelum dimakamkan. Disisi lain aku sangat maklum sebuah perhelatan esok harinya akan digelar oleh tetanggaku, sehingga keadaan ini amat bisa dikatakan sebagai sebuah kejadian darurat. Allah Maha Tahu betapa hancur hatiku memikirkan kenapa hal ini bisa terjadi. Aku tak bisa berbuat apa-apa di rumahku sendiri. Tapi aku harus bersyukur dadaku telah disiram dengan air sejukNya sehingga mampu menunjukkan kesabaran yang tak pernah kuduga.


Mudah-mudahan di hari-hari mendatang Allah tetap menancapkan kesabaran yang lebih besar lagi. Apalagi bila aku ingat setelah kejadian itu ada hikmah yang diberikan olehNya. Sikap temanku itu sangat baik dan bahkan hingga kini telah terjalin persahabatan yang mudah-mudahan tak kan lekang oleh panas dan tak bisa lapuk oleh hujan. Aamiin.


2. Jauhi orang yang sedang emosi dengan santun

Ini sangat mungkin terjadi di lingkungan keluarga, misalnya antara sesama saudara kandung, ibu dan anak (anak-anak). Bukan hal yang mustahil terjadi pertengkaran antar keluarga. Karena diibaratkan dengan piring-piring yang tersusun dengan rapih, ketika kita akan mengangkatnya seyogianya bisa terjadi gesekan (orang Sunda mengatakannya: "paketrok", hehehe...)

Sebesar apapun sayang dan cinta kita kepada anak-anak yang telah dewasa atau kepada kakak-adik kita sekandung, sejatinya jangan pernah memperbesar hal yang kecil -- lupakan dan lenyapkan yang remeh-temeh. Pertengakaran boleh saya terjadi untuk mendapatkan saling pengertian dan menghilangkan kegundahan yang terjadi. Tanpanya, maka akan terus terpendam dalam hati. Hal seperti ini bila dialami untuk waktu yang panjang akan menyebabkan kesehatan menurun. Believe it or not.

Hampir semua penyakit yang menyapa tubuh kita sebagian besar disebabkan oleh rasa galau/stress/tidak puas yang berkepanjangan. Nah, jangan simpan semua perasaan yang negatif itu. Sesayang dan secinta apapun kita kepada anak, begitu juga sebaliknya anak terhadap orangtua, sudah tentu kesalah-pahaman bisa saja terjadi. Katakanlah salah seorang anakku sedang tidak mood diajak bercanda atau mendengar olok-olokanku yang tak berkenan di hatinya -- sebagai balasan dia akan menaikkan nada suaranya -- sebagai ibu tentu saja terkejut dan sepersekian detik seperti dipecut hati tua ini. (wanita yang renta kan baperan. Ya nggak sih?)



Dalam keadaan seperti ini aku harus mampu berdamai dengan diriku dan mengerti situasi. Aku akan meninggalkannya sendiri. Sepeninggalku anakku pasti segera sadar apa yang menyebabkan aku berlalu dari sisinya -- setelah itu dia pun akan datang, mencium tanganku, memelukku dan suasana begitu saja mencair dan sebuah pelukan hangat sangat erat akan melingkar di tubuhku. Semakin mesra terasa....


3. Batasi pertemanan yang tidak sehat

Aku adalah seorang yang memiliki sifat sangat, sangat pemaaf -- sifat yang kurang baik buat dipertahankan. Kenapa? Karena seringkali kebaikanku disalahgunakan.  Untuk tetap memelihara pertemanan dan juga menjaga hati yang kumiliki -- membatasinya adalah salah satu yang bijaksana -- Tidak memutuskan pertemanan, namun tidak pula memeliharanya sedekat dan seakrab semula. Aku tak akan mengomentari apa yang telah dan pernah dilakukannya padaku. Di dunia ini aku rasa tak seorang pun yang rela kebaikan kita disalahgunakan.  Karena aku juga manusia biasa, hehehe...

Seperti yang kuutarakan di atas, tiga kiat melawan amarah ini adalah versiku, jadi mungkin saja ada yang tidak sejalan dengan pikiranku. Yuk, berbagi. 

 

Komentar

  1. Batasi pertemanan yang tidak sehat, saya juga pernah diberi nasehat seperti ini, Bunda. Memang lebih nyaman dan tenang, saat menarik diri dulu dari lingkungan yang membuat tidak sehat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Astin Astanti,, terima kasih kunjungannya. Maaf gak disuguhin ya, padahal lagi ujan2 gini yang enak nyerusup bajigur, hehe... Iya, memang kita lama-lama kan bosen juga lho punya temen kek gitu, mau diputusin salah, mau diterusin, ngelunjak.

      Hapus
  2. Wahh terimakasih tipsnya Bunda, akan saya coba.


    ursulametarosarini.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kunjungan Ursula Meta Rosarini ke blog bunda. Terima kasih juga andai Ursula mau mencoba tips dari bunda.

      Hapus
  3. Aku adalah tipe orang yang membatasi pertemanan Bunda, bukannya sombong ato ga mau berteman, karena aku tau diriku sendiri saat beteman ga nyaman aku bakalan menghindari secara otomatis, hihiii. Bundaaa..ada pisang goreng gaaa *ngelunjak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo berteman sama bunda udah berasa blom gak nyamannya, hehe... Hah? Pisang goreng? Belum mampir ke depan Alfa nih, jadi gak ada pisgor. Yang ada bunda baru aja sarapan nasi putih sama semur JENKY yang kuahnya kentel aduhaaaai... Nchie, makasih kunjungannya, ya. lv u as always, walaupun juaraaang banget ketemuan.

      Hapus
  4. Bun, saya sedih banget baca sikap tetangga bunda seperti itu, mashaa Allah semoga ia diberi kesadaran. Untung Bunda sabar banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iy,a, Ani, tapi sudah bunda lupakan dan kami sekarang "seperti" sahabat, hehe... Terima kasih kunjungan Ani ke blog bunda.

      Hapus
  5. Ya ampun bundaaa.. begitu banget yaaa! Aku juga suka susah menahan emosi terkadang, harung banyak-banyak sabar dan ingat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketika itu bunda aja sampe bingung setelah kejadian koq bunda sabaaar banget, ya. Pasti saat itu bunda ditemani oleh Malaikat kiriman Allah. Hampir semua keluarga ketika tau ceritanya pada sewot dan KZL pake banget. Tapi yaudahlah, Let's by gone be by gone, asalkan bundanya gak minum baygon, huahuahua...masih ada anak cucu yang memberikan kasih sayang buat bunda. Indah, terima kasih kunjungannya.

      Hapus
  6. Tarik nafa dalam-dalam... ini sepele banget tapi... beneran kerasa bedanyaa yah :)

    BalasHapus
  7. Tanti minta maaf yaaa bun, tadinya udah sedih melow eh baca kalimat ini terpaksa ngekek; "Wanita yang renta kan baperan. Ya nggak sih?"

    Trus inget daku pernah "menyasarkan" dirimuuuu huuuuaaaaaaa... maafkan dakuuuuuu *bunda kan pemaaf jadi pasti dimaafin *salim bunda

    BalasHapus
  8. Satu kalimat pendek bisa menarik nikmat, juga bisa menimpakan azab. Bukti bahaya kalimat pendek menyesakkan dada, rupanya pernah dialami Bunda.
    Saya belajar banyak via cerita Bunda. Terima kasih. Ditunggu tulisan lain.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu