Tak Satu Jalan ke Roma



Tak Satu Jalan ke Roma adalah pribahasa yang paling aku sukai. Pribahasa ini mengandung suatu arti yang luas. Bukan saja jalan dalam arti yang sebenarnya, tapi jalan dalam menentukan sebuah pilihan dalam hidup. Kalau yang satu gagal, maka jangan putus asa, cari lagi jalan yang lain. Pokoknya jangan pernah putus asa. Oke.



Tema one day one post hari ini adalah mengulik tentang kemampuan yang masih dipendam. Terus terang aku tidak bisa menorehkan tentang kemampuanku karena sebenarnyalah tak satu pun kemampuan yang aku miliki. Semua dalam rentang biasa-biasa saja.

Kalau pun, katakanlah, aku memiliki kemampuan, maka apa yang bisa aku lakukan adalah mengasahnya semaksimal mungkin, sehingga aku berani mengatakan itu  baru kemampuanku. Jadi, aku lebih baik mengatakannya sebuah keinginan instead of kemampuan. Keinginan yang dilakukan dengan sebuah komitmen yang kuat cepat atau lambat akan menjelma menjadi kemampuan. Nah, mungkin aku sedang menuju ke sana.

Sejak di sekolah SMP aku sangat menyukai bahasa Inggris, bahkan hingga sekarang. Sebuah keinginan untuk meraih gelar Sarjana Bahasa Inggris tenggelam sudah lama sekali ketika keadaan ekonomi keluarga tidak memberi kemungkinan bagiku untuk terus kuliah.  Berhenti kuliah tidak berarti aku vakum untuk belajar. Tidak, aku terus rajin membaca. Alhamdulillah seiring berjalannya waktu aku bisa mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan yang berbahasa Inggris, karena sebagian besar staff-nya terdiri dari expatriates.  Di sini kesempatanku untuk bisa memperdalam pengetahuan bahasa Inggrisku.

Sadar akan keinginanku seperti ini aku ingin sekali mulai kuliah, dan delapan tahun yang lalu aku utarakan keinginan yang menggebu ini kepada anakku, namun aku harus berhati legowo karena pada usiaku yang sudah sepuh, mungkin bagi anakku "Sudahlah, Ma, gak usah deh mau kuliah segala!" Karena langsung ia berkomentar "Target Mama apa mau kuliah? Kan sebaiknya Mama mengerjakan yang santai-santai aja, gak perlu meras otak terlalu keras!" Padahal ada seorang Ibu yang meraih gelarr S-3 di usia 79 tahun. 

Apakah aku jadi berhenti berkeinginan untuk membagikan kemampuanku yang hanya sedikit ini? Tidak! Aku tetap melanjutkan angan-anganku untuk terus mengembangkan kemampuanku yang sebagian orang mengatakan "pas-pas-an".  Oke, no problem. Aku menawarkan diri untuk memberikan pelajaran bahasa Inggris secara gratis untuk anak-anak SD/SMP/SMA yang, bahkan ada yang ingin memperbaiki pronunciationnya juga datang kepadaku.  Tersalurlah aku membagikan pengetahuanku, walau pun bahasa Inggrisku masih cas-cis-cus tak mengapa. Yang penting aku percaya diri akan bisa mentransfer ilmuku yang sedikit ini kepada anak-anak  atau siapa pun yang memerlukannya.

Keadaan yang aku sebutkan di atas membuat aku acapkali melihat dari dekat bagaimana kursus-kursus bahasa didirikan. Ternyata mereka hanya berani karena memiliki tempat, dengan fasilitas yang bagus, full AC, bangku-bangku sudah ala bangku kuliah.  Mereka berani membuka kursus di rumah karena memiliki modal usaha.  Walaupun memang benar sebuah usaha itu harus dirintis dari modal yang kecil, kemudian  meningkat seiring kesuksesan kita dalam mengelolanya.  Namun, sekali lagi, aku harus kandas menuntaskan keinginanku untuk tetap mengajar secara sukarela.

Kenapa? Karena usiaku yang semakin sepuh, anak-anak pun menginginkan aku hidup santai.  Kehidupanku di support oleh mereka. Seperti pepatah yang selalu menjadi andalanku Tak Satu Jalan ke Roma. Inilah yang aku lakukan sekarang.  Untuk menempa kemampuan tidak harus duduk di bangku kuliah, kan?. Belajar sendiri pun bisa dilakukan. Dengan membaca dan memberi pelajaran secara gratis kepada mereka yang memerlukan pun sebuah usaha untuk berbagi. Sekalipun aku tidak memiliki kelas dengan segala perlengkapan yang aduhai, tak mengapa. Sambil santai duduk di sofa pun jadilah. Yang penting yang datang kepadaku mereka yang serius ingin belajar. Kalau mereka malas menghafal, tidak punctual (tidak tepat waktu) -- stay away from my side -- hehe...galak banget ya si bunda.

Aku selalu merasa bangga apabila ada bekas anak didikku yang berhasil dengan pengucapan bahasa Inggrisnya, sehingga ada juga guru yang bertanya kepadanya: "Kamu belajar bahasa Inggris di mana?"

Kemudian dia menjawab: "Sama Bunda..."

"Bunda siapa?"

"Adda ajjah, koq kepo sih?"

Aku hanya bisa tersenyum ketika mendengar ocehan mereka ketika sesekali bertemu. Rasanya bangga di hati. Pentransferan ilmuku berhasil. .Alhamdulillah.

Komentar

  1. Eaaa punya bunda sekeren ini mah bangga bangeeeeeet dah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yeeaayy. Makasih buat bangganya. Mksh jg Topik udah mampir.

      Hapus
  2. Ajari adi bahasa inggris juga dong bunda.. . :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayyyuuuk, udah baca kan syaratnya, hahaha... Mksh kunjungan Adi ke blog bunda.

      Hapus
  3. Dulu saya buka kursus dirumah bun, muridnya cuma 2. Tapi yang satu berhasil saya genjot TOELFnya smp diterima beasiswa S2. Ada rasa bangga meski saya sendiri nggak bisa melanjutkan ke S2. Ini sudah lama tidak buka kursus lagi sehabis pindah rumah. Kemampuan bahasa Inggris saya menurun tajam. Apapun kemampuan kita kalau nggak diasah lama-lama bisa hilang seperti saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Emang mengajar itu kita juga bljr. Bunda juga Mbak Tris. Mksh kunjungannya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu