Khayalku Menjadi Seorang Perempuan yang Sempurna [BAG. II]


Source: otodidak.blogspot.com
Setahun telah berlalu.  Aku dengan tabah mengikuti alur kehidupanku yang baru. Dengan dipersatukannya dua hati insan ciptaanNya, khayal menjadi perempuan yang sempurna tetap melekat dalam jiwaku. Aku yakin pergerakan kedua belah bibirku menyimpulkan seulas senyum. Senyum bahagia. Sampai di sini aku hampir menjadi perempuan itu. Perempuan yang sempurna. Tinggal menunggu beberapa langkah lagi, maka akan sempurnalah aku sebagai perempuan.

Selang setahun pernikahan kami, rasanya Allah menganugerahkan untukku sebutan yang selama ini aku damba, Ibu. Ya, dalam rahimku telah tumbuh benih kasih sayang yang kami padu. Sedikit pun aku tidak merasa khawatir akan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan setelah si buah hati ini  dilahirkan ke dunia. Lagi, terbersit dalam pikiran, rezeki sudah ada yang mengatur. Jadi kenapa aku harus khawatir menghadapinya dalam keadaan kami yang sekarang? Rumah kontrakan yang hanya seluas 4 x 3 meter saja, tanpa kamar, tanpa dapur. Di situlah kami tidur di atas sebuah dipan kayu. Di tempat itu juga kami harus memasak. Semua serba mungil. Ruangan mungil, dapur mungil dan kamar mandi yang super mungil. Kebaikan hati Pak Haji Hasan, Pemilik rumah besar di Jalan sempit, lebih besar dari jalan setapak, dikontrakkan kepada suamiku dengan harga kontrakan yang sangat murah saat itu (1967). Siapa yang akan menyangka sekian tahun kemudian wilayah itu telah dibangun menjadi sebuah Mall megah bernama Gandaria City, yang lebih popular dengan singkatan GanCit.

Source: pixabay
Namun ketika aku membayangkan sebuah kelahiran yang sempurna, aku akan menyusui bayiku dari puting susuku sendiri, ketika itulah sebuah petaka terjadi. Aku terjatuh di tepi sumur tempat kami mengambil air untuk segala keperluan. Mungkin aku terlalu lelah sehari-hari karena harus menimba air dengan sebuah ember yang dikerek dengan tambang agak besar. Telapak tanganku menjadi merah-merah karena gesekan tambang. Aku harus terbiasa dengan keadaan ini. Itu saja yang bergelayut dalam pikiranku. 

Allah berkehendak lain, jabang bayi yang sudah berusia 6 bulan dalam kandunganku gugur tak terhentikan. Sosok perempuan sempurna yang mampu memberikan Air Susu Ibu untuk si buah hati terbawa arus deras masa dan kehendak Yang Maha Kuasa. Bisaku hanya menangis di bahu suamiku yang dengan penuh kesabaran membujukku untuk berpasrah diri.  Alhamdulillah, ya, Allah, Kau berikan aku sosok laki-laki yang bisa memberikan rasa damai dalam hati.

Layaknya sebuah pedati dengan roda-roda yang selalu berputar, demikian juga dengan kehidupanku. Bak sebuah judul buku dari Pejuang Wanita yang bernama Raden Adjeng Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang,” maka demikian juga perjalanan hidupku mulai tersentuh mukjizat lain dari Allah.

Adalah ketika aku merasakan kembali adanya sebuah anugerah dari Allah jelang usiaku 30 tahun bersamaan dengan datangnya kabar baik dari sebuah perusahaan internasional yang bergerak di bidang kesejahteraan untuk anak-anak. Dari sekian banyak lamaran yang aku kirimkan, tanpa menunggu panggilan lain aku putuskan untuk menerima panggilan tersebut. Alhamdulillah, aku diterima di perusahaan tersebut. Bangganya aku. Melalui tangan seorang Ibu yang baik hati lamaran kerjaku diterima dan aku bisa segera aktif menunaikan tugasku sebagai seorang karyawan.

Lagi-lagi aku merasa bangga dan bersyukur. Siapa pun di antara kami yang lebih dahulu menghasilkan harus kami syukuri.  Sejatinya kesetaraan dalam kehidupan rumah-tangga harus dijaga dan dihargai serta saling pengertian harus ditempa. Suamiku berpenghasilan tak menentu sebagai seorang penjahit dan aku karyawan berpenghasilan tetap dengan status yang bisa diandalkan untuk bisa mulai menjelajahi kehidupan kami yang boleh dikatakan masih seumur jagung.

Siapa pun tahu kesempurnaan itu hanyalah milikNya, agaknya tak berlebihan kalau aku mengatakan aku hampir mencapai tingkatan perempuan yang sempurna, bukan sebagai individu yang sempurna. Seperti telah aku utarakan, kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Predikat sempurna yang aku sisipkan di antara judul tulisanku ini teruntai dalam sebuah rantai yang tak tepisahkan: menikah, mengandung, melahirkan.  Setapak lagi aku akan bisa menjadi perempuan sempurna dalam tautan yang belum lengkap di atas, yaitu menyusui. 

Sejak kejadian yang membuat aku sedih kehilangan jabang bayiku, aku harus mulai berhati-hati dalam menjalankan segala tugas rumah-tangga. Semoga Allah mengizinkan kami menerima titipanNya yang kedua kali. Suamiku yang penuh pengertian tidak lagi membiarkan aku harus menimba air dari sumur yang kedalamannya mencapai 25 meter. Sebelum suamiku bekerja sebagai penjahit, ia selalu mengisi penuh semua ember besar yang sengaja kami beli.

Alhamdulillah suamiku sangat memperhatikan hal-hal kecil ini. Sama seperti aku, dia pun pasti menginginkan kedatangan seorang tamu kecil mungil dalam kehidupan kami.  Semua hasil dari upah menjahit ia serahkan kepadaku.  Setiap ia memberikan hasil jerih payahnya. Ia acapkali berucap: “Simpanlah untuk anak kita,” sambil ia mendaratkan di dahiku sebuah kecup basah yang mesra, sementara tangannya memeluk lingkar tubuhku yang tidak lagi ramping. Suamiku mulai sadar betapa Allah amat mencintai umatNya yang mendamba. Suamiku begitu bersemangat bekerja setelah yakin ada sesuatu di dalam rahimku. Sesuatu yang akan membuat kehidupan kami menjadi ceria. In Shaa Allah semoga Dia Yang Maha Kuasa mengabulkan harapan-harapan yang tak terucap bergelantungan dalam hati kami masing-masing. 


BERSAMBUNG



Komentar

  1. ya ampun bunda sedih bacanya :(( memang tiada sempurna karena masing2 individu punya ujiannya next adakah lagi bun ceritanya?kutunggu lagi ya bunda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti donk bersambung, hehe... Makasih kunjungan herva ke sini.

      Hapus
  2. menyentuh banget bund bacanya jadi terharu, mata berkaca
    sememangnya kita harus selalu bersyukur atas keadaan diri ya
    ditunggu kelanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bunda juga sama lho ketika menuliskannya, makasih ya kunjungannya.

      Hapus
  3. Datangnha kehamilan memang jadi motivasi besar ya buat siapa saja utk lebih semangat dalam hidup. Ceritanya manis sekali bundaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, Noe. Sebuah pernikahan tanpa kehamilan sangat, sangat dan sangat diperlukan cinta yang tulus, pengertian dan saling mendukung antara suami dan isteri agak pernikahan menjadi suatu yang akan menyebabkan pasangan selalu merasa seperti pengantin baru. Aamiin.

      Hapus
  4. Subhanallah perjuangan hidupnya, Bunda. Semuanya kita kembalikan kepada Allah ya, Bun.
    Saya jadi gak sabar nih menunggu sambungan kisahnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...sabar Eryvia cantik, pasti ada akhirnya koq. Makasih kunjungannya.

      Hapus
  5. Cerita ini kalau dibaca anak dan cucu Bunda tebayang kangennya dengan Bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Tiada hari tanppa WA dari anak-anak bunda yang tinggal berjauhan.

      Hapus
  6. sedih aku bacanya, apalagi sekarang lagi mendamba momongan lagi. kasian anakku blm ada temennya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untari, jangan terlalu mendambat, curahkan perhatian sepenuhnya pada yang ada dan jangan putus berdo'a ya. Do'a dari bunda semoga Untari selalu jaga kesehatan dan kebugaran, ya.

      Hapus
  7. Bunda, kisah perjalanan hidup yang menyentuh ya bun. Untung ya suami sangat membantu bunda ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alida, benar sekali bunda pun merasa sangat kehilangan. Mungkin shock berat kalau saja tidak ada anak-anak buah cintanya yang ada mendampingi bunda.

      Hapus
  8. Kesmepurnaan memang milik Allah, ya, Bunda Yati, tatkala kita menginginkan kesmepurnaan, Allah sering menunjukkan bagian yang seharusnya kita pahami dari hal itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang teramat penting bagaimana kita mampu menyelipkan selalu rasa bersyukur dalam menyikapi hidup ini. Terima kasih, mbak Rani sudah mampir. Semoga keluarga kecil mbak Rani dalam lindunganNya. Aamiin.

      Hapus
  9. Jadi terhanyut baca cerita Bunda Yati. Ternyata memang namanya perjuangan pengantin baru itu nyata adanya ya. Sedang belajar membangun biduk rumahtangga dengan problematika masing masing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat berlayar di lautan rumah tangga baru, Kartika Nugmalia. Semoga sukses dan jangan khawatir kesuksesan itu datangnya dari kalian berdua juga dengan seizin Allah. Yang penting jaga saling pengertian dalam memupuk cinta-kasih. Do'a dari bunda.

      Hapus
  10. Membayangkan ibu hamil zaman dulu yang harus menimba air. Duh, jadi bersyukur kalau sekarang udah banyak kemudahan, Bun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Chi. Membayangkannya jadi menebalkan rasa bersyukur yang ada dalam diri, apalagi membandingkannya dengan keadaan setelah kelahiran anak pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Huuuuh...kalau gak di sterilisasi si bunda pasti deh anaknya bisa membentuk kesebelasan sepak bola, hahaha...

      Hapus
  11. Sedih pastinya kehilangan anak ya mba, saya pun pernah diposisi itu. Tapi salut mba suaminya baik sekali, andai menular kesini hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, rasa sedih yang bisa memudar karena perhatian sang pendamping yang ikhlas dalam sikap. Aamiin.

      Hapus
  12. Bunda, cakep euy ngemas ceritanya. Jadi kebawa baper pas waktu bagian keguguran, pernah soalnya, hiks. Ditunggu kelanjutan ceritanya ya, Bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woow, pujian yang bikin hati senang nih. Terima kasih untuk kunjungan dan pujiannya. Sekarang pasti Inda Chakim sudah memiliki para pengganti yang keguguran itu, kan. Selamat, ya. Take care of youurself.

      Hapus
  13. Ddibalik kesedihan akan tiba waktunya kebahagiaan ya bun. Dan selalu bersyukur itu wajib

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, Lidya. Allah tidak akan membiarkan umatNya terus bersedih, kan.

      Hapus
  14. Pasangan suami istri itu pasti menikmati banget ya bunda yang namanya membangun rumah tangga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. So pasti, Salma. So pasti sangat menikmati perjalanan melangkah bersama penuh cinta dan kasih.

      Hapus
  15. Terharu aku bacanya kak 😭 dalam keadaan sesulit apapun, jika memiliki seorang teman hidup yang pengertian kita pasti bakal kuat menghadapi badai apapun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip! Itu memang yang diharapkan setiap wanita, memiliki pendamping yang penuh pengertian dan kasih sayang dan cinta tentunya.

      Hapus
  16. Bunda aku nunggu kelanjutannya, tulisan bunda selalu membuat ak bersyukur atas segalanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alamdulillah, Echi andai tulisan ini menimbulkan rasa syukur atas segala yang diberikan olehNya dalam hidup ini. Aamiin.

      Hapus
  17. Nggak henti2nya membuatku kagum. Ku tetap menunggu sambungannya, Bund...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, bunda gak ngerti kenapa ini bisa muncul komentar yang sama dan bunda ngerasa sudah meresponnya. Tapi gakpapa, terima kasih atas kekaguman Juli, ya.

      Hapus
  18. kuncinya selalu pasrah dan percaya kebaikan Allah SWT ya bun :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali, kepasrahan kepada Allah swt akan membuahkan sesuatu yang baik. Aamiin.

      Hapus
  19. Jadi kesentil dan yah perjalanan hidup memang berliku ya BUnd, aku juga lagi mendambakan momongan. Semoga kami berdua terus bersemangat untuk menanti kehadiran calon anak whhwhwhw. Aku nugu kelanjutan kisahnya lho Bund

    BalasHapus
    Balasan
    1. Do'a dari bunda buat Nyi, ya, semoga Allah swt cepat mengirimkan permata-permata hati buat kalian berdua. Jangan putus berdoa, sekalipun do'a Qolbu.
      '

      Hapus
  20. Sedih banget kehilangan janin yg dinanti. Ini Cerbung ya Bun? Ditunggu kelanjutannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerbung dari kisah nyata Bunda
      *bantu jawab hehe*

      Hapus
    2. Hehe...makasih Niar a.k.a. Mugniar. Sebetulnya bukan cerbung, siiih, tapi penulisan kisah yang terlalu panjang hampir 2500 kata takut pengunjung bosen basanya, jadi bunda penggallah jadi 3 bagian, hehe...

      Mbak Layla Hana, memang sedih sekali. Apalagi setelah kehilangan janin itu cuman minum jamu doank. Alhamdulillah bersiiih.

      Hapus
  21. Bun ini kisah nyata kah?
    Banyak makna dalam tulisannya saya suka bacanya. Jd bikin bersyukur dan beban yg ada gk terasa TFS bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Persis. Cuma dikasih bumbu-bumbu kata yang menarik sesuai dengan kemampuan bunda merangkainya. Intinya adalah tentang perjalanan hidup bunda. Ini belum seberapa lho, hehehe...Makasih sudah mampir.

      Hapus
  22. Kesempurnaan memang hanyalah milik Allah ya Bun, kita hanya bisa memasrahkan hidup kita kepadaNya sembari tak henti berikhtiar mencari ridhoNya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang penting kita tidak boleh menyerah, harus berjuang dulu. Jauhkan kepasrahan tanpa usaha dan do'a. Terima kasih kunjungan Uniek ke sini.

      Hapus
  23. Bundaaaaaa ini kisah nyata Bunda kah? Kok bacanya sedih. Kalau benar kisah nyata Bunda, nggak nyangka Bunda ternyata begini dulunya. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, mbak Istiadzah itu kisah nyata bunda yang dipoles dengan kata-kata seorang penulis, hehe... Coba nanti kalau bunda bikin kisah bunda mulai saat kecil. Hayoo..pada berderai deh airmatanya nanti.

      Hapus
  24. Aku baru bacaaa dan tergugu dengan kisahnya. Seperti pertanyaan teman-teman di atas..ini inspired by your real life story kah bunda? semangaaaaat selalu yaaa Bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, it is, sayagku indah nuria, memang benar ini kisah nyata yang dioles dengan untaian kata. Terima kasih selalu untuk menyemangati bunda.

      Hapus
  25. Barakallahu fiik, Bunda.

    Ya Allah..
    Saya kerap mengeluhkan hal-hal sepele.
    Dan Allah tidak akan memberikan ujian melebihi dari kemampuan hambaNya.

    Laaff, Bunda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali. Tiada gunanya mengeluh, karena keluhan akan menambah beban dalam hati, menimbulkan kerut di wajah. Jadi bersyukur dan mensyukuri apa yang diberikan oleh Allah, karena memang benar Allah tak akan memberiikan cobaan diluar kemampuan yang dimilikinya. Aamiin. laaffyutu Lendy

      Hapus
  26. Alhamdulillah ya ya Bun punya suami yang perhatian dan pengertian semoga Amel juga bisa punya suami kaya gitu hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pasti donk do'a bunda untuk Amel. Walaupun sulit mendapatkan orang seperti itu tapi dengan berdo'a dan bersyukur Allah in shaa Allah akan mengirimkannya untuk kita. Percaya dan yakin. Aamiin.

      Hapus
  27. ini lanjutan yang kisah sebelumnya ya bunda yati? ya Allah, bunda yati pernah melahirkan bayi yang meninggal dalam kandungan ya berarti. innalillahi wa innailaihi rajiun. sedih banget pastinya ya karena sudah 6 bulan usia kandunganya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Itu semua karena begitu sehat dan kuatnya peranakan bunda, sehingga dokter kandungan pun tak mengira kalau bunda hamil, karena kecilnya. Waktu itu dokter kandungan yang hebat yang bunda kenal di Jalan Salemba namanya Dokter kandungan Djohar Djalil (alm)

      Hapus
  28. Salut dengan bunda, cerita ini mengingatkan ku pada ibu ku..masih awal-awal berumah tangga persis banget dengan cerita bunda. Bunda dan ibuku benar-benar perempuan hebat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Terima kasih sudah mengingatkan Mbak Tuty kepada ibunda. Sensasi kehidupan membuat kita kuat, mbak Tuty dan cinta sang suami.

      Hapus
  29. Baca cerita di atas, aku seperti diingatkan.
    Tentang kehidupan awal pernikahan, yang juga mulai dari nol.
    Terseok-seok meniti kehidupan.

    Namun aku bersyukur melalui itu semua.
    Aku pun tumbuh jadi pribadi tangguh dan pandai bersyukur, Insya Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak semua orang yang mengalami nasib sama akan bisa sekuat kita, Anna. Kita jadi bisa menghargai halj-hal sekecil apa pun.

      Hapus
  30. Masya Allah, kebahagiaan dan kemesraan yang sederhana tetapi amat dinginkan sebagai seorang istri, Bunda

    BalasHapus
  31. Sedihnya kehilangan :(( Tapi Allah selalu punya cara lain untuk mengganti ya, Bunda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Sary. diganti dengan yang berlebih pula. Allah memang MahaSegalanya. Aamiin.

      Hapus
  32. Masya Allah, Bunda.. di dunia ini memang tidak ada yang sempurna.. tapi Insya Allah Bunda bisa menjadi sosok perempuan yang mendekati sempurna. Bunda pernah mengalami keguguran dan akhirnya dikarunia buah hati. Tetap semangat, dan semoga saat ini keberkahan dan limpahan kebahagiaan ada bersama Bunda.. Sehat selalu ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, semua itu diberikan olehNya untuk bunda, Eri. Terima kasih juga untuk kunjungan Eri ke sini.

      Hapus
  33. Sedih banget pas tau kehilangan. Alhamdulillah ada suami yang selalu membantu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang seorang pendamping itu segala-galanya dalam hidup disamping kita harus bisa berdo'a dan bersyukur. HM Zwan, apa kabar? Lama sekali gak berkunjung.

      Hapus
  34. Kita punya rencana tapi Tuhan yang berkehendak. Kehilangan anak yang ditunggu2 gak mudah ya Bunda. Alhamdulillah Bunda dan suami tetap kuat

    BalasHapus
  35. Ini kisah nyata ya Bunda...
    Sabar menunggu lanjutannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Sulis, kisah nyata yang dipoles dengan untaian kata-kata yang menarik (?)

      Hapus
  36. huaaaa sedih banget Bun..
    InsyaAllah dikasih rejeki lagi ya setelah menunggu itu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Diah Alsa, huaaa...tapi gak nangis, khaan? Aamiin. Allah telah memberikan segalanya untuk bunda. Aamiin.

      Hapus
  37. Manusia memang tiada yg sempurna ya. Begitupun kita dan pasangan kita, namun ketika semua saling melengkapi, rasanya jadi sempurna ya bund

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah, empat jempol buat Ruli retno. Betul sekali. Tak ada hal lain yang menyertai do'a selain kekuatan yang terjalin setiap pasangan.

      Hapus
  38. Bunda, memiliki suami yang pengertian dan perhatian itu bagiku sebuah kesempurnaan. Salut deh sama bunda yang tetap kuat dan tegar. Btw, aku pernah ngalamin narik air di sumur timba. Saat itu usiaku masih SD. Sekarang sudah jarang sumur timba di kampung. Jadi kangen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Erin, paling banyak di kampung. Sekarang semua sudah super modern sekali pun di kampung mungkin sudah sangat jarang kita menemui sumur derek itu. Terima kasih kunjungan Erin ke blog ini.

      Hapus
  39. ini fiksi atau non fiksi bunda? menanti sambungannya dnan jadi saya ada ide juga nulis non fiksi bersambung seperti ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kanianingsih, bukan fiksi bukan pula non fiksi, tapi jalinan kisah nyata bunda dalam untaian kata, hehe... Soalnya kalau dijadikan satu tulisan dalam jumlah hampir 3000 kata takut bikin bosan, say...

      Hapus
  40. Tetap semangat ya bunda..
    Saat2 kita sebagai perempuan merasa terpuruk membutuhkan sesosok untuk menentramkan hati.
    Beruntunglah bunda memiliki suami yang pengertian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, betul, bunda sangat beruntung karena telah mendapat predikat wanita tercatik sejagat raya di matanya. Aamiin.

      Hapus
  41. Aku jadi penasaran menanti kelanjutannya seperti apa, sedih banget ini bacanya. Semangat terus ya bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak usah penasaran, Chichie, akan datangj koq sambungannya. Terima kasih support untuk semangatnya.

      Hapus
  42. Mulai awal baca, feel yang tersirat dari tulisan Bunda Yati seperti true story. Bahagia, gembira, beragam rasa indah yang tak akan cukup untuk di definisikan ketika kehamilan mengejawantah, seperti harap dan penantian saya selama ini.

    Maka ketika hal terduga terjadi pada kehamilan dan akhirnya harus mengikhlaskan sang janin, sangat manusiawi jika ada rasa kehilangan yang mengaduk segenap relung hati. Dan berusaha utk menerima segala yg terjadi sebagai hal yg terbaik, bisa menjadi salah satu cara utk bangkit dan bersemangat hidup ya Bunda.

    #next cerita tentu lebih menarik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tos dulu kita, Ririe telah mengalami peristiwa yang sama. Yuk, kita terus bersyukur dan berdo'a apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Kita percayakan kepada Sutradaranya Sang Khalikj. Aamiin.

      Hapus
  43. Ya Allah, sedih bgt pastinya ya. Insyaallah jasi tabungan di akhirat ya bun jika kita bersabar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, mbak Farida. Dalam agama katanya itu akan menjadi tabungan bunda di akhirat. Aamiin.

      Hapus
  44. Baca-baca tulisan Bunda Yati bikin kujadi banyak merenung. Jadi banyak bersyukur dan belajar arti kata sabar. Apa yang aku alami gak ada apa-apanya dibandingkan ibu-ibu lain. Makasih sudah diingatkan, Bun. :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, Nia, andai tulisan bunda bisa dijadikan sebagai pengingat akan sesuatu yang positif. Aamiin. Terima kasih untuk kunjungannya.

      Hapus
  45. Kehadiran suami yg bisa menguatkan disaat kita lemah itu memang bagaikan mukjizat ya bun. Barakallaah bunda. Kisahnya menyentuh banget. Ditunggu kelanjutannya, bun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Merida. Memang penguat kita dalam menghadapi cobaan seberat apapun apabila didampingi oleh seorang Imam yang menguatkan. In shaa Allah segalanya akan bisa dihadapi dengan ikhlas.

      Hapus
  46. Cobaan orang itu macam-macam ya, Bunda. Tapi Allah jga punya cara yang indah buat menghibur hamba-Nya. Aku masih nunggu cerita lanjutannya, Bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobaan yang dialami oleh orangtua masing-masing bisa beragam. Tapi, bagaimana pun itu tetaplah selalu menyayanginya, di kala apapun mereka berada. Sayangilah, berilah perhatian yang cukup. Jaga lisan dan jaga gesture. Itulah, sedikit kesalahan yang kita buat akan membuat lupa di relung hati orangtua.

      Hapus
  47. Bundaa, menyentuh sekali kisahnya :(
    Semoga yang "gugur" menjadi amal kebaikan yang menolong kelak di hari akhir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Icuul...terima kasih udah berada di sini. Iyakah? Menyentuh? Yang gugur telah menjadi tabungan akhirat yang sangat dijanjikan oleh Allah selama kita selalu tawakkal. Aamiin.

      Hapus
  48. Waaah ini kisah Bunda awal-awal berumah tangga dulu ya. Aku nyimak Bund. Nggak sabar baca kelanjutannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...iya, iya betul, Mbak Lina W. Sasmita. Monggo disimak. Makasih udah mampir.

      Hapus
  49. ya Allah bun, suami bunda perhatian banget ya bun... hiks

    BalasHapus
  50. Membacanya jadi ikut terhanyut dalam ceritanya. Ditunggu kelanjutannya ya Bunda.

    BalasHapus
  51. Bunda, ini kisah pengalaman nyata Bunda ya? Ya Allah jadi pengin baca kisah dari part awal. ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Nurin, ini kisah nyata bunda yang dibalut dengan untaian kata ala penulis, hehe... Yuk, flashback aja.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ada Apa Dengan Panggilan Bunda?

Khasiat Serai Merah

Eratnya Ikatan Kekeluargaan Itu