Khayalku Menjadi Seorang Perempuan yang Sempurna [BAG. II]
Setahun
telah berlalu. Aku dengan tabah mengikuti alur kehidupanku yang baru.
Dengan dipersatukannya dua hati insan ciptaanNya, khayal menjadi perempuan yang
sempurna tetap melekat dalam jiwaku. Aku yakin pergerakan kedua belah bibirku
menyimpulkan seulas senyum. Senyum bahagia. Sampai di sini aku hampir menjadi
perempuan itu. Perempuan yang sempurna. Tinggal menunggu beberapa langkah lagi,
maka akan sempurnalah aku sebagai perempuan.
Selang
setahun pernikahan kami, rasanya Allah menganugerahkan untukku sebutan yang
selama ini aku damba, Ibu. Ya, dalam rahimku telah tumbuh benih kasih sayang
yang kami padu. Sedikit pun aku tidak merasa khawatir akan kemungkinan yang
akan terjadi di masa depan setelah si buah hati ini dilahirkan ke dunia.
Lagi, terbersit dalam pikiran, rezeki sudah ada yang mengatur. Jadi kenapa aku
harus khawatir menghadapinya dalam keadaan kami yang sekarang? Rumah kontrakan
yang hanya seluas 4 x 3 meter saja, tanpa kamar, tanpa dapur. Di situlah kami
tidur di atas sebuah dipan kayu. Di tempat itu juga kami harus memasak. Semua
serba mungil. Ruangan mungil, dapur mungil dan kamar mandi yang super mungil.
Kebaikan hati Pak Haji Hasan, Pemilik rumah besar di Jalan sempit, lebih besar
dari jalan setapak, dikontrakkan kepada suamiku dengan harga kontrakan yang
sangat murah saat itu (1967). Siapa yang akan menyangka sekian tahun kemudian
wilayah itu telah dibangun menjadi sebuah Mall megah bernama Gandaria City,
yang lebih popular dengan singkatan GanCit.
Source: pixabay |
Namun
ketika aku membayangkan sebuah kelahiran yang sempurna, aku akan menyusui
bayiku dari puting susuku sendiri, ketika itulah sebuah petaka terjadi. Aku
terjatuh di tepi sumur tempat kami mengambil air untuk segala keperluan.
Mungkin aku terlalu lelah sehari-hari karena harus menimba air dengan sebuah
ember yang dikerek dengan tambang agak besar. Telapak tanganku menjadi
merah-merah karena gesekan tambang. Aku harus terbiasa dengan keadaan ini. Itu
saja yang bergelayut dalam pikiranku.
Allah
berkehendak lain, jabang bayi yang sudah berusia 6 bulan dalam kandunganku
gugur tak terhentikan. Sosok perempuan sempurna yang mampu memberikan Air Susu
Ibu untuk si buah hati terbawa arus deras masa dan kehendak Yang Maha Kuasa.
Bisaku hanya menangis di bahu suamiku yang dengan penuh kesabaran membujukku
untuk berpasrah diri. Alhamdulillah, ya, Allah, Kau berikan aku sosok
laki-laki yang bisa memberikan rasa damai dalam hati.
Layaknya
sebuah pedati dengan roda-roda yang selalu berputar, demikian juga dengan
kehidupanku. Bak sebuah judul buku dari Pejuang Wanita yang bernama Raden
Adjeng Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang,” maka demikian juga perjalanan
hidupku mulai tersentuh mukjizat lain dari Allah.
Adalah
ketika aku merasakan kembali adanya sebuah anugerah dari Allah jelang usiaku 30
tahun bersamaan dengan datangnya kabar baik dari sebuah perusahaan
internasional yang bergerak di bidang kesejahteraan untuk anak-anak. Dari
sekian banyak lamaran yang aku kirimkan, tanpa menunggu panggilan lain aku
putuskan untuk menerima panggilan tersebut. Alhamdulillah, aku diterima di
perusahaan tersebut. Bangganya aku. Melalui tangan seorang Ibu yang baik hati
lamaran kerjaku diterima dan aku bisa segera aktif menunaikan tugasku sebagai
seorang karyawan.
Lagi-lagi aku merasa bangga dan bersyukur. Siapa pun di antara kami yang lebih dahulu menghasilkan harus kami syukuri. Sejatinya kesetaraan dalam kehidupan rumah-tangga harus dijaga dan dihargai serta saling pengertian harus ditempa. Suamiku berpenghasilan tak menentu sebagai seorang penjahit dan aku karyawan berpenghasilan tetap dengan status yang bisa diandalkan untuk bisa mulai menjelajahi kehidupan kami yang boleh dikatakan masih seumur jagung.
Lagi-lagi aku merasa bangga dan bersyukur. Siapa pun di antara kami yang lebih dahulu menghasilkan harus kami syukuri. Sejatinya kesetaraan dalam kehidupan rumah-tangga harus dijaga dan dihargai serta saling pengertian harus ditempa. Suamiku berpenghasilan tak menentu sebagai seorang penjahit dan aku karyawan berpenghasilan tetap dengan status yang bisa diandalkan untuk bisa mulai menjelajahi kehidupan kami yang boleh dikatakan masih seumur jagung.
Siapa
pun tahu kesempurnaan itu hanyalah milikNya, agaknya tak berlebihan kalau aku
mengatakan aku hampir mencapai tingkatan perempuan yang sempurna, bukan sebagai
individu yang sempurna. Seperti telah aku utarakan, kesempurnaan itu hanyalah
milik Allah SWT. Predikat sempurna yang aku sisipkan di antara judul tulisanku
ini teruntai dalam sebuah rantai yang tak tepisahkan: menikah,
mengandung, melahirkan. Setapak lagi aku akan bisa menjadi perempuan
sempurna dalam tautan yang belum lengkap di atas, yaitu menyusui.
Sejak
kejadian yang membuat aku sedih kehilangan jabang bayiku, aku harus mulai
berhati-hati dalam menjalankan segala tugas rumah-tangga. Semoga Allah mengizinkan kami menerima titipanNya yang kedua kali. Suamiku yang penuh
pengertian tidak lagi membiarkan aku harus menimba air dari sumur yang
kedalamannya mencapai 25 meter. Sebelum suamiku bekerja sebagai penjahit, ia
selalu mengisi penuh semua ember besar yang sengaja kami beli.
Alhamdulillah suamiku sangat memperhatikan hal-hal kecil ini. Sama seperti aku, dia pun pasti menginginkan kedatangan seorang tamu kecil mungil dalam kehidupan kami. Semua hasil dari upah menjahit ia serahkan kepadaku. Setiap ia memberikan hasil jerih payahnya. Ia acapkali berucap: “Simpanlah untuk anak kita,” sambil ia mendaratkan di dahiku sebuah kecup basah yang mesra, sementara tangannya memeluk lingkar tubuhku yang tidak lagi ramping. Suamiku mulai sadar betapa Allah amat mencintai umatNya yang mendamba. Suamiku begitu bersemangat bekerja setelah yakin ada sesuatu di dalam rahimku. Sesuatu yang akan membuat kehidupan kami menjadi ceria. In Shaa Allah semoga Dia Yang Maha Kuasa mengabulkan harapan-harapan yang tak terucap bergelantungan dalam hati kami masing-masing.
Alhamdulillah suamiku sangat memperhatikan hal-hal kecil ini. Sama seperti aku, dia pun pasti menginginkan kedatangan seorang tamu kecil mungil dalam kehidupan kami. Semua hasil dari upah menjahit ia serahkan kepadaku. Setiap ia memberikan hasil jerih payahnya. Ia acapkali berucap: “Simpanlah untuk anak kita,” sambil ia mendaratkan di dahiku sebuah kecup basah yang mesra, sementara tangannya memeluk lingkar tubuhku yang tidak lagi ramping. Suamiku mulai sadar betapa Allah amat mencintai umatNya yang mendamba. Suamiku begitu bersemangat bekerja setelah yakin ada sesuatu di dalam rahimku. Sesuatu yang akan membuat kehidupan kami menjadi ceria. In Shaa Allah semoga Dia Yang Maha Kuasa mengabulkan harapan-harapan yang tak terucap bergelantungan dalam hati kami masing-masing.
BERSAMBUNG
ya ampun bunda sedih bacanya :(( memang tiada sempurna karena masing2 individu punya ujiannya next adakah lagi bun ceritanya?kutunggu lagi ya bunda
BalasHapusPasti donk bersambung, hehe... Makasih kunjungan herva ke sini.
Hapusmenyentuh banget bund bacanya jadi terharu, mata berkaca
BalasHapussememangnya kita harus selalu bersyukur atas keadaan diri ya
ditunggu kelanjutannya
Bunda juga sama lho ketika menuliskannya, makasih ya kunjungannya.
HapusDatangnha kehamilan memang jadi motivasi besar ya buat siapa saja utk lebih semangat dalam hidup. Ceritanya manis sekali bundaa
BalasHapusBetul sekali, Noe. Sebuah pernikahan tanpa kehamilan sangat, sangat dan sangat diperlukan cinta yang tulus, pengertian dan saling mendukung antara suami dan isteri agak pernikahan menjadi suatu yang akan menyebabkan pasangan selalu merasa seperti pengantin baru. Aamiin.
HapusSubhanallah perjuangan hidupnya, Bunda. Semuanya kita kembalikan kepada Allah ya, Bun.
BalasHapusSaya jadi gak sabar nih menunggu sambungan kisahnya.
Hehe...sabar Eryvia cantik, pasti ada akhirnya koq. Makasih kunjungannya.
HapusCerita ini kalau dibaca anak dan cucu Bunda tebayang kangennya dengan Bunda.
BalasHapusBetul sekali. Tiada hari tanppa WA dari anak-anak bunda yang tinggal berjauhan.
Hapussedih aku bacanya, apalagi sekarang lagi mendamba momongan lagi. kasian anakku blm ada temennya
BalasHapusUntari, jangan terlalu mendambat, curahkan perhatian sepenuhnya pada yang ada dan jangan putus berdo'a ya. Do'a dari bunda semoga Untari selalu jaga kesehatan dan kebugaran, ya.
HapusBunda, kisah perjalanan hidup yang menyentuh ya bun. Untung ya suami sangat membantu bunda ya
BalasHapusAlida, benar sekali bunda pun merasa sangat kehilangan. Mungkin shock berat kalau saja tidak ada anak-anak buah cintanya yang ada mendampingi bunda.
HapusKesmepurnaan memang milik Allah, ya, Bunda Yati, tatkala kita menginginkan kesmepurnaan, Allah sering menunjukkan bagian yang seharusnya kita pahami dari hal itu
BalasHapusYang teramat penting bagaimana kita mampu menyelipkan selalu rasa bersyukur dalam menyikapi hidup ini. Terima kasih, mbak Rani sudah mampir. Semoga keluarga kecil mbak Rani dalam lindunganNya. Aamiin.
HapusJadi terhanyut baca cerita Bunda Yati. Ternyata memang namanya perjuangan pengantin baru itu nyata adanya ya. Sedang belajar membangun biduk rumahtangga dengan problematika masing masing
BalasHapusSelamat berlayar di lautan rumah tangga baru, Kartika Nugmalia. Semoga sukses dan jangan khawatir kesuksesan itu datangnya dari kalian berdua juga dengan seizin Allah. Yang penting jaga saling pengertian dalam memupuk cinta-kasih. Do'a dari bunda.
HapusMembayangkan ibu hamil zaman dulu yang harus menimba air. Duh, jadi bersyukur kalau sekarang udah banyak kemudahan, Bun.
BalasHapusIya, Chi. Membayangkannya jadi menebalkan rasa bersyukur yang ada dalam diri, apalagi membandingkannya dengan keadaan setelah kelahiran anak pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Huuuuh...kalau gak di sterilisasi si bunda pasti deh anaknya bisa membentuk kesebelasan sepak bola, hahaha...
HapusSedih pastinya kehilangan anak ya mba, saya pun pernah diposisi itu. Tapi salut mba suaminya baik sekali, andai menular kesini hehe
BalasHapusIya, rasa sedih yang bisa memudar karena perhatian sang pendamping yang ikhlas dalam sikap. Aamiin.
HapusBunda, cakep euy ngemas ceritanya. Jadi kebawa baper pas waktu bagian keguguran, pernah soalnya, hiks. Ditunggu kelanjutan ceritanya ya, Bunda.
BalasHapusWoow, pujian yang bikin hati senang nih. Terima kasih untuk kunjungan dan pujiannya. Sekarang pasti Inda Chakim sudah memiliki para pengganti yang keguguran itu, kan. Selamat, ya. Take care of youurself.
HapusDdibalik kesedihan akan tiba waktunya kebahagiaan ya bun. Dan selalu bersyukur itu wajib
BalasHapusBetul sekali, Lidya. Allah tidak akan membiarkan umatNya terus bersedih, kan.
HapusPasangan suami istri itu pasti menikmati banget ya bunda yang namanya membangun rumah tangga.
BalasHapusSo pasti, Salma. So pasti sangat menikmati perjalanan melangkah bersama penuh cinta dan kasih.
HapusTerharu aku bacanya kak 😠dalam keadaan sesulit apapun, jika memiliki seorang teman hidup yang pengertian kita pasti bakal kuat menghadapi badai apapun
BalasHapusSip! Itu memang yang diharapkan setiap wanita, memiliki pendamping yang penuh pengertian dan kasih sayang dan cinta tentunya.
HapusBunda aku nunggu kelanjutannya, tulisan bunda selalu membuat ak bersyukur atas segalanya
BalasHapusAlamdulillah, Echi andai tulisan ini menimbulkan rasa syukur atas segala yang diberikan olehNya dalam hidup ini. Aamiin.
HapusNggak henti2nya membuatku kagum. Ku tetap menunggu sambungannya, Bund...
BalasHapusMaaf, bunda gak ngerti kenapa ini bisa muncul komentar yang sama dan bunda ngerasa sudah meresponnya. Tapi gakpapa, terima kasih atas kekaguman Juli, ya.
Hapuskuncinya selalu pasrah dan percaya kebaikan Allah SWT ya bun :)
BalasHapusBenar sekali, kepasrahan kepada Allah swt akan membuahkan sesuatu yang baik. Aamiin.
HapusJadi kesentil dan yah perjalanan hidup memang berliku ya BUnd, aku juga lagi mendambakan momongan. Semoga kami berdua terus bersemangat untuk menanti kehadiran calon anak whhwhwhw. Aku nugu kelanjutan kisahnya lho Bund
BalasHapusDo'a dari bunda buat Nyi, ya, semoga Allah swt cepat mengirimkan permata-permata hati buat kalian berdua. Jangan putus berdoa, sekalipun do'a Qolbu.
Hapus'
Sedih banget kehilangan janin yg dinanti. Ini Cerbung ya Bun? Ditunggu kelanjutannya.
BalasHapusCerbung dari kisah nyata Bunda
Hapus*bantu jawab hehe*
Hehe...makasih Niar a.k.a. Mugniar. Sebetulnya bukan cerbung, siiih, tapi penulisan kisah yang terlalu panjang hampir 2500 kata takut pengunjung bosen basanya, jadi bunda penggallah jadi 3 bagian, hehe...
HapusMbak Layla Hana, memang sedih sekali. Apalagi setelah kehilangan janin itu cuman minum jamu doank. Alhamdulillah bersiiih.
Bun ini kisah nyata kah?
BalasHapusBanyak makna dalam tulisannya saya suka bacanya. Jd bikin bersyukur dan beban yg ada gk terasa TFS bun
Persis. Cuma dikasih bumbu-bumbu kata yang menarik sesuai dengan kemampuan bunda merangkainya. Intinya adalah tentang perjalanan hidup bunda. Ini belum seberapa lho, hehehe...Makasih sudah mampir.
HapusKesempurnaan memang hanyalah milik Allah ya Bun, kita hanya bisa memasrahkan hidup kita kepadaNya sembari tak henti berikhtiar mencari ridhoNya.
BalasHapusYang penting kita tidak boleh menyerah, harus berjuang dulu. Jauhkan kepasrahan tanpa usaha dan do'a. Terima kasih kunjungan Uniek ke sini.
HapusBundaaaaaa ini kisah nyata Bunda kah? Kok bacanya sedih. Kalau benar kisah nyata Bunda, nggak nyangka Bunda ternyata begini dulunya. :(
BalasHapusBetul, mbak Istiadzah itu kisah nyata bunda yang dipoles dengan kata-kata seorang penulis, hehe... Coba nanti kalau bunda bikin kisah bunda mulai saat kecil. Hayoo..pada berderai deh airmatanya nanti.
HapusAku baru bacaaa dan tergugu dengan kisahnya. Seperti pertanyaan teman-teman di atas..ini inspired by your real life story kah bunda? semangaaaaat selalu yaaa Bun
BalasHapusYes, it is, sayagku indah nuria, memang benar ini kisah nyata yang dioles dengan untaian kata. Terima kasih selalu untuk menyemangati bunda.
HapusBarakallahu fiik, Bunda.
BalasHapusYa Allah..
Saya kerap mengeluhkan hal-hal sepele.
Dan Allah tidak akan memberikan ujian melebihi dari kemampuan hambaNya.
Laaff, Bunda.
Benar sekali. Tiada gunanya mengeluh, karena keluhan akan menambah beban dalam hati, menimbulkan kerut di wajah. Jadi bersyukur dan mensyukuri apa yang diberikan oleh Allah, karena memang benar Allah tak akan memberiikan cobaan diluar kemampuan yang dimilikinya. Aamiin. laaffyutu Lendy
HapusAlhamdulillah ya ya Bun punya suami yang perhatian dan pengertian semoga Amel juga bisa punya suami kaya gitu hehe
BalasHapusPasti donk do'a bunda untuk Amel. Walaupun sulit mendapatkan orang seperti itu tapi dengan berdo'a dan bersyukur Allah in shaa Allah akan mengirimkannya untuk kita. Percaya dan yakin. Aamiin.
Hapusini lanjutan yang kisah sebelumnya ya bunda yati? ya Allah, bunda yati pernah melahirkan bayi yang meninggal dalam kandungan ya berarti. innalillahi wa innailaihi rajiun. sedih banget pastinya ya karena sudah 6 bulan usia kandunganya.
BalasHapusBetul sekali. Itu semua karena begitu sehat dan kuatnya peranakan bunda, sehingga dokter kandungan pun tak mengira kalau bunda hamil, karena kecilnya. Waktu itu dokter kandungan yang hebat yang bunda kenal di Jalan Salemba namanya Dokter kandungan Djohar Djalil (alm)
HapusSalut dengan bunda, cerita ini mengingatkan ku pada ibu ku..masih awal-awal berumah tangga persis banget dengan cerita bunda. Bunda dan ibuku benar-benar perempuan hebat.
BalasHapusAamiin. Terima kasih sudah mengingatkan Mbak Tuty kepada ibunda. Sensasi kehidupan membuat kita kuat, mbak Tuty dan cinta sang suami.
HapusBaca cerita di atas, aku seperti diingatkan.
BalasHapusTentang kehidupan awal pernikahan, yang juga mulai dari nol.
Terseok-seok meniti kehidupan.
Namun aku bersyukur melalui itu semua.
Aku pun tumbuh jadi pribadi tangguh dan pandai bersyukur, Insya Allah
Tidak semua orang yang mengalami nasib sama akan bisa sekuat kita, Anna. Kita jadi bisa menghargai halj-hal sekecil apa pun.
HapusMasya Allah, kebahagiaan dan kemesraan yang sederhana tetapi amat dinginkan sebagai seorang istri, Bunda
BalasHapusBetul, Niar. That's my happiness.
HapusSedihnya kehilangan :(( Tapi Allah selalu punya cara lain untuk mengganti ya, Bunda
BalasHapusIya, Sary. diganti dengan yang berlebih pula. Allah memang MahaSegalanya. Aamiin.
HapusMasya Allah, Bunda.. di dunia ini memang tidak ada yang sempurna.. tapi Insya Allah Bunda bisa menjadi sosok perempuan yang mendekati sempurna. Bunda pernah mengalami keguguran dan akhirnya dikarunia buah hati. Tetap semangat, dan semoga saat ini keberkahan dan limpahan kebahagiaan ada bersama Bunda.. Sehat selalu ya..
BalasHapusAlhamdulillah, semua itu diberikan olehNya untuk bunda, Eri. Terima kasih juga untuk kunjungan Eri ke sini.
HapusSedih banget pas tau kehilangan. Alhamdulillah ada suami yang selalu membantu.
BalasHapusMemang seorang pendamping itu segala-galanya dalam hidup disamping kita harus bisa berdo'a dan bersyukur. HM Zwan, apa kabar? Lama sekali gak berkunjung.
HapusKita punya rencana tapi Tuhan yang berkehendak. Kehilangan anak yang ditunggu2 gak mudah ya Bunda. Alhamdulillah Bunda dan suami tetap kuat
BalasHapusAamiin, dan mendapat gantinya berlipat.
HapusIni kisah nyata ya Bunda...
BalasHapusSabar menunggu lanjutannya..
Iya Sulis, kisah nyata yang dipoles dengan untaian kata-kata yang menarik (?)
Hapushuaaaa sedih banget Bun..
BalasHapusInsyaAllah dikasih rejeki lagi ya setelah menunggu itu :)
Diah Alsa, huaaa...tapi gak nangis, khaan? Aamiin. Allah telah memberikan segalanya untuk bunda. Aamiin.
HapusManusia memang tiada yg sempurna ya. Begitupun kita dan pasangan kita, namun ketika semua saling melengkapi, rasanya jadi sempurna ya bund
BalasHapusWaaah, empat jempol buat Ruli retno. Betul sekali. Tak ada hal lain yang menyertai do'a selain kekuatan yang terjalin setiap pasangan.
HapusBunda, memiliki suami yang pengertian dan perhatian itu bagiku sebuah kesempurnaan. Salut deh sama bunda yang tetap kuat dan tegar. Btw, aku pernah ngalamin narik air di sumur timba. Saat itu usiaku masih SD. Sekarang sudah jarang sumur timba di kampung. Jadi kangen.
BalasHapusIya, Erin, paling banyak di kampung. Sekarang semua sudah super modern sekali pun di kampung mungkin sudah sangat jarang kita menemui sumur derek itu. Terima kasih kunjungan Erin ke blog ini.
Hapusini fiksi atau non fiksi bunda? menanti sambungannya dnan jadi saya ada ide juga nulis non fiksi bersambung seperti ini
BalasHapusKanianingsih, bukan fiksi bukan pula non fiksi, tapi jalinan kisah nyata bunda dalam untaian kata, hehe... Soalnya kalau dijadikan satu tulisan dalam jumlah hampir 3000 kata takut bikin bosan, say...
HapusTetap semangat ya bunda..
BalasHapusSaat2 kita sebagai perempuan merasa terpuruk membutuhkan sesosok untuk menentramkan hati.
Beruntunglah bunda memiliki suami yang pengertian
Ya, betul, bunda sangat beruntung karena telah mendapat predikat wanita tercatik sejagat raya di matanya. Aamiin.
HapusAku jadi penasaran menanti kelanjutannya seperti apa, sedih banget ini bacanya. Semangat terus ya bun
BalasHapusGak usah penasaran, Chichie, akan datangj koq sambungannya. Terima kasih support untuk semangatnya.
HapusMulai awal baca, feel yang tersirat dari tulisan Bunda Yati seperti true story. Bahagia, gembira, beragam rasa indah yang tak akan cukup untuk di definisikan ketika kehamilan mengejawantah, seperti harap dan penantian saya selama ini.
BalasHapusMaka ketika hal terduga terjadi pada kehamilan dan akhirnya harus mengikhlaskan sang janin, sangat manusiawi jika ada rasa kehilangan yang mengaduk segenap relung hati. Dan berusaha utk menerima segala yg terjadi sebagai hal yg terbaik, bisa menjadi salah satu cara utk bangkit dan bersemangat hidup ya Bunda.
#next cerita tentu lebih menarik
Tos dulu kita, Ririe telah mengalami peristiwa yang sama. Yuk, kita terus bersyukur dan berdo'a apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Kita percayakan kepada Sutradaranya Sang Khalikj. Aamiin.
HapusYa Allah, sedih bgt pastinya ya. Insyaallah jasi tabungan di akhirat ya bun jika kita bersabar
BalasHapusBetul sekali, mbak Farida. Dalam agama katanya itu akan menjadi tabungan bunda di akhirat. Aamiin.
HapusBaca-baca tulisan Bunda Yati bikin kujadi banyak merenung. Jadi banyak bersyukur dan belajar arti kata sabar. Apa yang aku alami gak ada apa-apanya dibandingkan ibu-ibu lain. Makasih sudah diingatkan, Bun. :')
BalasHapusAlhamdulillah, Nia, andai tulisan bunda bisa dijadikan sebagai pengingat akan sesuatu yang positif. Aamiin. Terima kasih untuk kunjungannya.
HapusKehadiran suami yg bisa menguatkan disaat kita lemah itu memang bagaikan mukjizat ya bun. Barakallaah bunda. Kisahnya menyentuh banget. Ditunggu kelanjutannya, bun.
BalasHapusIya, Merida. Memang penguat kita dalam menghadapi cobaan seberat apapun apabila didampingi oleh seorang Imam yang menguatkan. In shaa Allah segalanya akan bisa dihadapi dengan ikhlas.
HapusCobaan orang itu macam-macam ya, Bunda. Tapi Allah jga punya cara yang indah buat menghibur hamba-Nya. Aku masih nunggu cerita lanjutannya, Bun
BalasHapusCobaan yang dialami oleh orangtua masing-masing bisa beragam. Tapi, bagaimana pun itu tetaplah selalu menyayanginya, di kala apapun mereka berada. Sayangilah, berilah perhatian yang cukup. Jaga lisan dan jaga gesture. Itulah, sedikit kesalahan yang kita buat akan membuat lupa di relung hati orangtua.
HapusBundaa, menyentuh sekali kisahnya :(
BalasHapusSemoga yang "gugur" menjadi amal kebaikan yang menolong kelak di hari akhir
Mbak Icuul...terima kasih udah berada di sini. Iyakah? Menyentuh? Yang gugur telah menjadi tabungan akhirat yang sangat dijanjikan oleh Allah selama kita selalu tawakkal. Aamiin.
HapusWaaah ini kisah Bunda awal-awal berumah tangga dulu ya. Aku nyimak Bund. Nggak sabar baca kelanjutannya.
BalasHapusHehe...iya, iya betul, Mbak Lina W. Sasmita. Monggo disimak. Makasih udah mampir.
Hapusya Allah bun, suami bunda perhatian banget ya bun... hiks
BalasHapusYups, OPhie, suami yang tak akan ada duanya.
HapusMembacanya jadi ikut terhanyut dalam ceritanya. Ditunggu kelanjutannya ya Bunda.
BalasHapusBunda, ini kisah pengalaman nyata Bunda ya? Ya Allah jadi pengin baca kisah dari part awal. ��
BalasHapusIya, Nurin, ini kisah nyata bunda yang dibalut dengan untaian kata ala penulis, hehe... Yuk, flashback aja.
Hapus