"Sarapan" -- sebuah kata yang selalu dihindari oleh anak-anak dan cucu-cucuku. Mereka seolah sudah jenuh mendengarnya. Padahal, sarapan, bagiku, adalah sebuah keharusan yang tidak bisa tergantikan dengan makanan atau kudapan apa pun. Beruntung aku dibesarkan oleh Nenekku yang selalu menyediakan sarapan untukku setiap pagi. Walau pun sarapan itu belum bisa dikatakan sebagai sarapan seimbang. Yang terhidang biasanya hanya nasi, sayur bening, ikan asin, tempe, tahu. Segelas susu dan buah tak bisa kuharapkan untuk hadir menemani sarapanku. Tapi tak mengapa karena tahun 1948 ketika aku berusia 8 tahun merupakan masa-masa yang sulit, kehidupan harus aku syukuri karena kami masih mampu menikmati sarapan yang hingga kini sudah melekat pada diriku sebagai satu kebiasaan yang baik. Namun kebiasaan baik tersebut tidak bisa aku tularkan kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Tak satu pun dari mereka yang mau menyentuh sarapan. Mereka hanya menikmati segelas kopi susu ata